Strategi KH. Ahmad Dahlan Menaklukan Kelompok Tua yang Beda Pandangan dengan Dirinya
Ketua Lembaga Resiliensi Bencana (LRB) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan juga tokoh senior di Kampung Kauman, Yogyakarta, Budi Setiawan.
UM Surabaya

Ketua Lembaga Resiliensi Bencana (LRB) PP Muhammadiyah dan juga tokoh senior di Kampung Kauman, Yogyakarta, Budi Setiawan ungkap strategi KH Ahmad Dahlan dalam mengembangkan Muhammadiyah masa awal.

Strategi tersebut sekaligus tidak terpisahkan dari akhlak KH. Ahmad Dahlan dalam menghormati orang tua di Kauman. Budi menyebut, Hoofdbestuur Muhammadiyah di masa awal isinya kebanyakan adalah tokoh-tokoh senior Kampung Kauman, meskipun penggeraknya adalah para kaum muda.

“KH. Ahmad Dahlan itu sangat menghormati para sesepuh di Kauman, termasuk kepada Raden Haji Jaelani (Bapak KRH. Hadjid). Kita bisa melihat di Hoofdbestuur Muhammadiyah yang pertama tidak ada nama Sudja, Fachrodin. Meskipun yang menggerakkan itu Sudja, Fachrodin dan teman-temannya,” kata Budi.

“Tetapi yang muncul selain Kiai Dahlan, ada Raden Haji Jaelani, Ketib Cendhono atau Raden Ahmad, dan beberapa nama kasepuhan di Kauman yang awalnya tidak ikut menggerakan Muhammadiyah,” imbuh Budi dalam Pengajian Malam Selasa (PMS) di Madrasah Mu’allimin Yogyakarta, Senin (6/11/2023).

Memasukkan tokoh-tokoh senior Kauman dalam susunan HB Muhammadiyah pertama merupakan bukti kecerdasan Kiai Dahlan. Pendekatan Kiai Dahlan terhadap kelompok yang berbeda pendapat dengan dirinya tidak konfrontatif, termasuk tokoh sepuh ini yang awalnya mereka berbeda pendapat dengan Dahlan.

“Dengan penghormatannya kepada sesepuh, Kiai Dahlan mendapatkan banyak dukungan dari para sesepuh,” katanya.

Tulisan KRH. Hadjid Sumber Rujukan tentang Pelajaran Kiai Dahlan

Mengulas tentang peran anak dari Raden Haji Jaelani, yaitu KRH Hadjid, Budi Setiawan menuturkan Raden Hadjid mengenal Kiai Dahlan agak terlambat dibanding dengan tokoh muda lain. Hal itu dikarenakan KRH Hadjid penggila ilmu, menyebabkan dia pindah-pindah pesantren.

Budi yang merupakan cucu dari KRH Hadjid ini mengungkapkan, meskipun terlambat mengenal Kiai Dahlan, tetapi sang kakek menjadi santri yang banyak mencatat pelajaran-pelajaran yang diajarkan oleh Kiai Dahlan. Bahkan tulisan-tulisannya menjadi rujukan bagi yang ingin mengenal Pendiri Muhammadiyah.

KRH Hadjid bersama istri, Nyai Siti Wasilah, kata Budi, memang dikenal lebih mahir menulis memakai Arab Pegon untuk menuliskan kalimat dari Bahasa Jawa maupun Indonesia. Hal ini menjadikan, karya dari KRH. Hadjid yang terbit dalam Bahasa Indonesia merupakan salinan.

Kemampuan unik lain yang membuat Budi Setiawan takjub adalah kemampuan menulis yang dimiliki oleh KH. Farid Ma’ruf yang juga tokoh Muhammadiyah asal Kauman. Menurut Budi, tidak sembarang orang bisa menulis seperti beliau. Farid Ma’ruf menulis bahasa Inggris dengan tulisan Arab Pegon. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini