Tiga Komponen Penting dalam Tafsir Kontemporer: Teks, Realitas, dan Kesadaran
Amin Abdullah dalam acara Konferensi Mufasir Muhammadiyah yang digelar pada Sabtu di UM Surakarta.
UM Surabaya

Ketua Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam 1995-2000 Amin Abdullah menegaskan, corak tafsir kontemporer berbeda dengan tafsir klasik. Tafsir klasik hanya melibatkan dua elemen, yaitu teks dan realitas. Mereka tidak melibatkan kesadaran para pembacanya/audiens.

“Para penafsir dulu hanya menulis dan hampir tidak memiliki kesadaran terhadap para pembaca,” ucap Amin Abdullah dalam acara Konferensi Mufasir Muhammadiyah yang digelar pada Sabtu (11/11/2023) di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Menurut Amin, penafsiran al-Qur’an era kontemporer melibatkan tiga elemen, yaitu antara Teks, Realitas dan Kesadaran. Ketiganya tidak bisa berdiri sendiri-sendiri terlepas yang satu dari yang lain. Dalam bahasa Hasan Hanafi: Teks, Realitas dan Kesadaran/Wawasan/Pandangan dunia. Bahasa Khaled Abu El Fadl: Teks, Author dan Reader.

Pertama, Teks dianggap sebagai entitas nyata dan otonom. Meski begitu, ia hanya menjadi diam dan tak berbicara tanpa adanya intervensi dari pembaca atau penafsir. Amin menekankan bahwa pembaca atau penafsir memiliki peran krusial dalam membunyikan, menjelaskan, menafsirkan, dan mengintervensi teks sehingga dapat membentuk pola pikir, pandangan, dan pendapat, serta memandu tingkah laku para pembacanya.

Selanjutnya, Amin menggambarkan kedua elemen lainnya, yaitu Realitas. Dalam konteks ini, ia mencakup berbagai aspek antropologi budaya, seperti budaya material dan teknologi, organisasi sosial, sistem ekonomi, politik, bahasa, adat istiadat, seni, ideologi, agama, kesehatan, dan pengobatan.

Amin menekankan bahwa perubahan global dalam 150 tahun terakhir, termasuk globalisasi, migrasi, revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perubahan iklim, telah memengaruhi cara pandang masyarakat terhadap dunia dan membentuk realitas yang terus berkembang.

Terakhir, Amin memfokuskan pada elemen ketiga, yaitu Kesadaran. Ia menjelaskan bahwa kesadaran, wawasan, atau cara berpikir yang selalu harus terupdate oleh perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan, memainkan peran kunci dalam menentukan corak penafsiran.

Dengan merinci bahwa perubahan dalam tata kelola pemerintahan, interaksi antaragama, kesetaraan gender, dan pemahaman akan harkat dan martabat manusia, semuanya memerlukan kesadaran yang terus berkembang.

Dengan adanya ketiga elemen penting ini, yakni Teks, Realitas, dan Kesadaran, penafsiran terhadap teks Alquran diharapkan akan terus berlangsung.

Amin Abdullah menekankan bahwa keberlanjutan penafsiran Alquran menjadi suatu keniscayaan, mengingat dinamika kompleks antara teks yang otonom, realitas yang terus berkembang, dan kesadaran yang selalu terupdate.

Teks Alquran, sebagaimana dijelaskan oleh Amin, memiliki eksistensi yang nyata, namun untuk memberikan arti dan panduan yang relevan dengan zaman, ia memerlukan intervensi pembaca atau penafsir.

Dengan keterlibatan realitas yang terus berubah, seperti perubahan dalam tata kelola pemerintahan, interaksi antaragama, dan perkembangan ilmu pengetahuan, penafsiran Al-Qur’an diharapkan dapat memberikan arahan yang sesuai dengan konteks zaman. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini