Kemajuan teknologi yang pesat, menuntut manusia untuk mengikuti perubahan itu. Tidak hanya dalam urusan pekerjaan saja, bahkan dalam urusan ibadah juga tidak lepas dari intervensi teknologi.
Kreasi dilakukan oleh umat beragama, cara umat beragama menjalankan perintah Tuhan mengalami perubahan, dengan nilai-nilai dasar yang tetap sama. Seperti jamaah haji atau umroh yang memanfaatkan travelator untuk melakukan tawaf.
Demikian disampaikan oleh Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti Jumat (10/11/2023) dalam Tabligh Akbar Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma) yang dihadiri oleh ratusan jemaah.
Menurut Abdul Mu’ti, penggunaan travelator bagi jemaah haji untuk tawaf adalah sebuah hal yang dibolehkan. Yang tidak boleh menurutnya adalah nilai utamanya, yaitu jumlah putaran tawaf berjumlah tujuh kali itu.
“Tetapi kalau enggak kuat jalan kaki kemudian juga memang secara fisik sangat lemah, ternyata kan boleh dengan duduk manis begitu, kemudian mengelilingi Ka’bah tujuh kali,” ungkap Mu’ti.
Bahkan, karena memanfaatkan teknologi ada ulama yang mewacanakan ibadah haji dengan metaverse. Akan tetapi wacana itu tidak sesuai dengan ayat perintah berhaji, dan Abdul Mu’ti juga tidak setuju dengan wacana itu.
Di sisi lain, penguasaan teknologi ini menurutnya juga diperlukan untuk merawat lembaga Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Sebab, AUM tidak boleh hanya sekadar bertahan, melainkan mengikuti segala dinamika dengan capaian yang diinginkan.
“Kita tidak boleh sekadar bertahan, tetapi juga mungkin bertengger. Kalau bertahan kan sekadara bertahan saja, kalau bertengger itu mesti di atas. Karena itu kuncinya agar kita ini bisa bertengger tidak sekadar bertahan maka memang harus ada inovasi, kreasi,” ungkapnya.
Kebaruan menurut Mu’ti, tidak harus sama sekali baru dan belum ada di tempat lain. Tetapi kebaruan tersebut menjadi baru karena dia unik, sehingga keunikan tersebut menjadi menonjol dan pembeda dengan yang lain. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News