Jam’iyyat Al Khayr
Namun lepas dari itu semua, fenomena munculnya gerakan umat Islam itu rupanya disadari penjajah Belanda kala itu. Belanda pun khawatir, gerakannya akan mengancam pemerintahannya di Tanah Air.
Karena itu, penjajah Belanda terus memantau setiap gerakan yang terjadi di bawah, termasuk terus memantau siapa saja warga yang berangkat haji. Dan untuk bisa mudah mendeteksinya, maka setiap umat Islam yang berangkat haji akan dilabeli haji pada namanya sepulang dari Mekkah untuk bisa memetakan siapa-siapa yang punya potensi melakukan gerakan.
Inilah sejarah label haji di Indonesia yang kini justru dibanggakan umat Islam di Tanah Air bila dapat gelar haji, padahal itu adalah label pemberian penjajah.
Meski begitu, gerakan pembaruan Islam terus menggema di Tanah Air, apalagi diperkuat dengan gerakan publikasi yang dilakukan sejumlah kalangan Islam.
Publikasi atau penerbitan media masa berupa jurnal dan majalah-majalah menjadi jalur tersendiri bagi masukkan ide-ide pembaruan Islam. Baik jurnal terbitan Mesir seperti Al-Manar yang digagas tokoh pembaharu Rasyid Ridha maupun jurnal terbitan Beirut, Lebanon.
Wacana yang disuarakan media tersebut menarik kaum muslimin Nusantara untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia bahkan lokal, seperti pernah muncul jurnal al-Imam, Neracha dan Tunas Melayu di Singapura.
Di Sumatera Barat juga terbit al-Munir. Melalui publikasi jurnal itulah, ide-ide pembaruan Islam dari luar menyebar ke kalangan masyarakat Indonesia.
Selain itu, keberadaan mahasiswa yang menimba ilmu di Timur Tengah memiliki peran tidak sedikit dalam munculnya gerakan pembaruan Islam di Tanah Air. Itu bisa dilihat dari para pemimpin gerakan pembaruan Islam awal di Indonesia hampir merata merupakan alumni pendidikan Timur Tengah.
Dan rahasia di balik peran besar mahasiswa tersebut adalah Jam’iyyat Al Khayr lebih dikenal dengan sebutan nama Jamiat Kheir, sebuah organisasi Islam pertama dan tertua di Indonesia yang didirikan tahun 1905 M. Jauh lebih lama dibanding Budi Utomo yang banyak disebut sebagai organisasi pergerakan pertama di Indonesia.
Jamiat Kheir berdiri pada 17 Juli 1905 di Jakarta. Organisasi ini awalnya fokus beraktivitas di bidang pendidikan dasar dan mengirim para pelajar ke Turki dan merupakan satu-satunya organisasi pendidikan modern di Indonesia.
Guru-gurunya didatangkan dari Tunisia, Sudan, Maroko, Mesir dan Arab. Guru yang terkenal adalah Syekh Ahmad Surkati dari Sudan.
Jamiat Kheir melahirkan banyak tokoh Islam seperti KH. Ahmad Dahlan, H.O.S. Tjokroaminoto, H. Samanhudi, dan H. Agus Salim. Selama belajar di luar negeri, mereka berinteraksi dengan tokoh-tokoh pergerakan dunia juga berkirim surat kabar di luar negeri, menyebarkan kabar mengenai kekejaman pemerintah Belanda.
Jadi, secara umum, munculnya gerakan pembaruan Islam di Indonesia merupakan wujud respons atas kondisi bangsa Indonesia yang sedang mengalami invasi politik, kultural dan intelektual dari dunia Barat.
Dalam situasi seperti itu muncul kesadaran nasional sebagai anak bangsa yang terjajah untuk membangun kebersamaan melawan penjajah, meski corak gerakan keagamaan berbeda-beda.
Ada yang memilih corak gerakan tradisionalis-konservatis, yakni menolak kecenderungan westernisasi dengan mengatasnamakan Islam yang secara pemahaman dan pengamalan melestarikan tradisi-tradisi lokal.
Pendukung kelompok ini rata-rata dari kalangan ulama, tarekat, dan penduduk pedesaan. Juga ada yang memilih bercorak reformis-modernis, yakni menegaskan relevansi Islam untuk semua lini kehidupan baik privat maupun publik.
Islam dipandang memiliki karakter fleksibilitas dalam berinteraksi dengan perkembangan zaman. Ada pula yang bercorak radikal-puritan, yakni enggan memakai kecenderungan kaum modernis gagasan ala Barat.
Mereka lebih percaya pada penafsiran yang disebutnya sebagai murni Islami. Kelompok ini juga mengkritik pemikiran dan cara-cara implementatif kaum tradisionalis.
Nah, ketiga kelompok besar bercorak berbeda ini bahu membahu berjuang bersama melawan penjajah tanpa memedulikan corak. Mereka menyusun strategi perjuangan bersama melawan penjajah merebut kemerdekaan.
Berbagai organisasi sosial keagamaan di Indonesia pun bersatu. Inilah cerminan indahnya kebersamaan dan persatuan umat. Semoga pemandangan seperti ini terus menghiasi Indonesia sebagai bangsa mayoritas Islam.
Bila hari ini masih ada kelompok yang suka menyalahkan, merasa benar sendiri, ingat sejarah umat Islam di Indonesia besar karena kebersamaan hingga berhasil melawan penjajah yang sudah ratusan tahun menginjak-injak harga diri umat Islam.
Pertikaian dan perpecahan hanya akan membawa kehancuran? Bila hancur, berarti kita, harga diri umat Islam siap-siap diinjak-injak lagi. Apa mau? Tentu tidak.
Nah untuk itu, mari kita pelajari bersama jati diri organisasi apa yang yang muncul di era pertama gerakan pembaruan di Tanah Air. Siapa saja tokoh-tokoh pembaru Islam dan pemikiran serta gerakannya? Ada hubungan apa di antara tokoh-tokoh tersebut?
Dari situ nanti, kita akan tahu jati diri organisasi itu seperti apa sekaligus bisa memahami alur gerakan pembaruan Islam di Indonesia. Sehingga tidak salah paham yang justru menimbulkan perbedaan apalagi perpecahan. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News