Menjadi Muslim Washathiy dengan Ittiba’ur Rasul
foto: pxhere)
UM Surabaya

*Oleh: A. Zainal Arifin,
Anggota Korps Mubalih Muhammadiyah (KMM) Kabupaten Sampang

Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 143:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu….

Istilah Washathiyyah dalam Bahasa Indonesia sering disinonimkan dengan pertengahan, adil dan moderat.

At Tawasshuth, menukil dari perkataan KH Prof Dr. Yunahar Ilyas (alm) bermakna pertengahan, jalan tengah dengan mengikuti jalan yang lurus (shirathal mustaqim).

Jalan yang lurus itu merupakan jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Ia merupakan jalan lurus yang tidak condong ke kanan dan ke kiri. Tidak ekstrem kanan dan ekstrem kiri.

Ekstrem ke kanan dalam beragama dikenal al ghuluw atau tathorruw. Maksudnya yang berlebihan dalam beribadah melebihi standar yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Sikap ghuluw tentunya akan melahirkan mudarat, masyaqqah bagi pelakunya.

Firman Allah SWT, Surat Yusuf Ayat 108:

قُلْ هَٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى ۖ وَسُبْحَٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata (pemahaman yang benar), Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”.

Sedangkan praktik ghuluw di zaman Rasulullah sebagaimana hadis sahih berikut.

وَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوْتِ أزْوَاجِ النَّبِيِّ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَسْأَلُوْنَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمَّا أُخْبِرُوْا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوْهَا، وَقَالُوْا: أَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ وَقدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ. قَالَ أَحَدُهُمْ: أَمَّا أَنَا فَأُصَلِّيْ اللَّيْلَ أَبَداً، وَقَالَ الْآخَرُ: وَأَنَا أَصُوْمُ الدَّهْرَ أَبَداً وَلَا أُفْطِرُ، وَقَالَ الْآخَرُ: وَأَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَداً فَجَاءَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ: أَنْتُمُ الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ؟ أَمَا وَاللهِ إِنِّيْ لَأَخْشَاكُمْ لِلهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّيْ أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ

Dari Anas radhiyallahu anhu ia berkata, “Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bertanya tentang ibadah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Lalu setelah mereka diberitahukan (tentang ibadah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam), mereka menganggap ibadah Beliau itu sedikit sekali.

Mereka berkata, “Kita ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam!

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diberikan ampunan atas semua dosa-dosanya baik yang telah lewat maupun yang akan datang.”

Salah seorang dari mereka mengatakan, “Adapun saya, maka saya akan salat malam selama-lamanya.”

Lalu orang yang lainnya menimpali, “Adapun saya, maka sungguh saya akan puasa terus menerus tanpa berbuka.”

Kemudian yang lainnya lagi berkata, “Sedangkan saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan menikah selamanya.”

Kemudian, Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka, seraya bersabda: “Benarkah kalian yang telah berkata begini dan begitu?

Demi Allâh! Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allâh dan paling taqwa kepada-Nya di antara kalian.

Akan tetapi aku berpuasa dan aku juga berbuka (tidak puasa), aku salat (malam) dan aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita.

Maka, barang siapa yang tidak menyukai sunahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, An Nasa’I, Al Baihaqi dan Ibnu Hibban).

Demikianlah gambaran sikap ghuluw para sahabat di zaman Rasulullah yang akhirnya mendapatkan teguran keras dari beliau. Jadi tidak boleh berlebihan dalam segala hal termasuk dalam beragama.

Begitu pula dalam berdakwah, dan mengamalkan praktik beragama lainnya, semangatnya adalah memilih yang mudah sesuai tuntunan Rasulullah saw.

Rasulullah memberikan panduan kita dalam berdakwah:

“Yassiruu walaa tu’assiruu, basyiruu walaa tunaffiruu”. Permudahlah segala urusan, jangan dipersulit. Berilah kabar gembira, jangan ditakut-takuti” (HR. Bukhari dan Muslim).

Apa yang bikin sulit beragama? Sering kali sulit karena adanya ikatan budaya, adat, kebiasaan.

Misalnya pernikahan, Islam sangat memudahkan, cukup syarat dan rukun serta ijab qobul, selesailah pernikahan. Selebihnya adalah produk budaya yang terkadang menyulitkan.

Di sinilah pentingnya memahami ajaran Islam. Mana yang ketat dan tsawabit dan mana yang elastis, fleksibel mutaghayyirat dalam menjalankan praktik beragama.

Misalnya lelaki saat salat wajib menutup aurat. inilah tsawabit dan ketat. Sedangkan bagaimana cara menutup aurat, warna dan jenis pakaiannya itu bersifat fleksibel mutaghayyirat.

Sedangkan yang condong ekstrim kiri (ithrof), yaitu berkurang dan serba boleh dalam beragama, sehingga yang ketat dibuat fleksibel dan cenderung menggampangkan nilai agama serta liberal.

Menganggap semua boleh, pernikahan beda agama tidak masalah, agama dianggap mengekang hak hidup seseorang, dan lain sebagainya.

Kesimpulannya Islam tengahan, Islam moderat itu hadir apabila kita berpegang teguh dengan Alquran dan sunah secara sendirinya akan membentuk karakter muslim wasathy, karena Alquran dan sunah merupakan parameter dari kedua pemahaman dan sikap beragama di atas.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

“Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan sunah Rasul-Nya.” (HR. Malik; Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm)

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam bisshawab. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini