Muhammadiyah Ajak Umat Bebas dari Fanatisme
Ilustrasi: mena research center
UM Surabaya

Sebagai gerakan ilmu, gerakan amal, gerakan dakwah sekaligus gerakan tajdid, Muhammadiyah mendorong umat untuk merdeka dari belenggu fanatisme ataupun taqlid buta.

Hal ini ditegaskan Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Suparto, Ph.D dalam kegiatan Muhammadiyah Australia Mengaji, Ahad (26/11/2023).

Kegiatan ini sendiri adalah seri ketiga Muhammadiyah Australia Mengaji, yang diadakan sebulan sekali sejak September lalu.

Pengajian ini diselenggarakan bersama oleh PCIM Australia, PRIM New South Wales, PRIM Canberra dan PRIM Queensland. Bertindak selaku tuan rumah adalah PRIM New South Wales.

Ketua PRIM NSW, Izza Rohman menyebutkan kegiatan ini menjadi forum peneguhan spirit Islam berkemajuan sekaligus ajang silaturahmi tidak hanya bagi warga Muhammadiyah di seantero Australia, namun juga warga Muhammadiyah di tanah air dan negara lain.

Ketua PCIM Australia, Hamim Jufri dalam pengantar pengajian menyampaikan sangat bersyukur atas terselenggaranya kembali pengajian bulanan rutin yang dapat menghubungkan warga Muhammadiyah dari seluruh Australia.

Ustaz Suparto sendiri merasa senang dapat kembali berada satu majelis dengan warga Muhammadiyah di Australia walaupun secara daring.

Suparto adalah alumnus Universitas Flinders dan Universitas Monash, yang dulu turut menggerakkan kegiatan keislaman di Victoria, sekaligus merintis usaha pendirian cabang Muhammadiyah di Melbourne.

Dalam ceramahnya, Suparto, yang juga dosen UIN Jakarta, mengajak peserta merenungi pesan surah Fushshilat ayat 53, yang juga dibacakan di awal acara oleh qariah dari Canberra, Ismi Salamatus Salbiyah.

Ayat tersebut memberi pesan tentang ayat-ayat Tuhan yang berfungsi sebagai penerang kebenaran sepanjang masa. Ayat ini sangat futuristik sehingga mengantisipasi hadirnya petunjuk kebenaran dari waktu ke waktu.

Manusia didorong untuk terus mempelajari alam semesta dan diri mereka sendiri untuk membuat kebenaran tampak terang benderang.

Dari sini umat tidak semestinya terjatuh pada sikap taqlid buta yang mengaburkan pandangan terhadap kebenaran. Muhammadiyah membuka diri terhadap kebenaran dari mana saja datangnya.

Sikap seperti ini pada gilirannya membuat orang Muhammadiyah dapat berdakwah secara luas dan luwes dalam mencerahkan kehidupan.

Suparto menceritakan pengalamannya dalam berdakwah dengan pendekatan kultural dan psikologis sewaktu di Westall Mosque, yang menunjukkan fanatisme dapat menjadi hambatan dalam berdakwah.

“Fanatisme juga perlu dihindarkan dalam hiruk pikuk politik, sehingga tema ini juga relevan jelang pemilu 2024,” imbuhnya.

Mengakhiri acara, Deni Wahyudi Kurniawan dari Queensland, yang juga dosen Uhamka, membaca doa untuk mengharapkan keberkahan bagi dakwah Persyarikatan di negeri Kanguru. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini