Mungkin menyaksikan orang non-pribumi sekarang berobat ke rumah-rumah sakit Muhammadiyah terlihat biasa saja.
Akan tetapi, kalau dilihat dalam konteks seabad silam, non-pribumi berobat ke rumah sakit (RS) milik Muhammadiyah yang notabene milik pribumi menjadi sebuah fenomena yang luar biasa menarik.
Alasan fenomena ini menarik pada masa itu karena saat itu kelas sosial di tengah penjajahan begitu kental dan tonjolkan.
Adanya kelas sosial tersebut untuk menunjukkan dominasi non-pribumi terhadap pribumi, yang dianggap sebagai manusia kelas bawah.
Fenomena non-pribumi berobat ke rumah sakit milik Muhammadiyah, menjadi tanda bahwa kemajuan Muhammadiyah dalam memberikan pelayanan kesehatan lebih unggul ketimbang yang lain.
Pelayanan kesehatan Muhammadiyah menjadi pesaing serius rumah sakit yang dimiliki oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Selain karena pengobatan-penyakit, perkembangan Muhammadiyah di masa kolonial hingga pendudukan Jepang dan setelahnya juga dipengaruhi oleh peta sebagai petunjuk warga Muhammadiyah ketika bepergian menghadiri kongres, pers sebagai penyambung dan penyampai informasi yang luas, dan yang terakhir adalah perang.
Jika disingkat, perkembangan Muhammadiyah dengan irisan-irisan tersebut sebagai 4P yaitu peta, penyakit, pers dan perang.
Mengulik Muhammadiyah di era “bingung” pada 1941-1942 atau masa transisi dari pendudukan Belanda ke Jepang, dalam penelitiannya saya menemukan bahwa Muhammadiyah menyelamatkan jiwa manusia bukan hanya melalui rumah sakit, tapi juga melalui petunjuk-petunjuk keagamaan.
Jadi, usaha Muhammadiyah menyelamatkan jiwa seseorang itu bukan hanya dalam bentuk rumah sakit. Tetapi juga dalam bentuk keagamaan, panduan-panduan yang rasional untuk orang itu bisa menyelamatkan diri.
Sebagaimana diketahui, pada masa transisi pendudukan itu Indonesia menjadi bagian dari medan Perang Dunia II.
Pribumi termasuk warga Muhammadiyah keselamatannya juga terancam. Oleh karena itu dibutuhkan panduan atau petunjuk untuk menyelamatkan jiwa-jiwa manusia ini.
Fakta sejarah tersebut dapat ditemukan dalam Majalah Adil milik Muhammadiyah Surakarta.
Di masa peperangan itu, Majalah Adil memiliki konten yang berisi informasi tentang petunjuk keselamatan jiwa di masa perang. Melalui isi dari Majalah Adil ini pula ditemukan corak berpikir Muhammadiyah yang rasional.
Muhammadiyah itu mengkomunikasikan antara panduan keagamaan dengan panduan secara rasional untuk menyelamatkan diri ketika perang terjadi.(*)
(Disarikan dari pemaparan Muhammad Yuanda Zara Ph.D, sejarawan Muhammadiyah, yang dirilis muhammadiyah.or.id)