Islam Agama Sempurna dengan Alquran dan Sunah
foto: garry oleary
UM Surabaya

*) Oleh: Ferry Is Mirza DM

Agama Islam sudah sempurna, tidak boleh ditambah dan dikurangi. Kewajiban umat Islam adalah ittiba’.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam sebagai agama bagimu …” (QS. Al-Maa-idah : 3)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (wafat th. 774 H) menjelaskan, “Ini merupakan nikmat Allah Azza wa Jalla terbesar yang diberikan kepada umat ini, tatkala Allah menyempurnakan agama mereka.

Sehingga, mereka tidak memerlukan agama lain dan tidak pula Nabi lain selain Nabi mereka, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla menjadikan beliau sebagai penutup para Nabi dan mengutusnya kepada seluruh manusia dan jin.

Sehingga, tidak ada yang halal kecuali yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang diharamkannya, dan tidak ada agama kecuali yang disyariatkannya.

Semua yang dikabarkannya adalah haq, benar, dan tidak ada kebohongan, serta tidak ada pertentangan sama sekali.

Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:

“Dan telah sempurna kalimat Rabb-mu (Alquran), (sebagai kalimat) yang benar dan adil …”
(QS. Al-An’aam : 115)

Maksudnya benar dalam kabar yang disampaikan, dan adil dalam seluruh perintah dan larangan. Setelah agama disempurnakan bagi mereka, maka sempurnalah nikmat yang diberikan kepada mereka.

Maka ridailah Islam untuk diri kalian, karena ia merupakan agama yang dicintai dan diridai Allah Azza wa Jalla. Karenanya Allah mengutus Rasul yang paling utama dan karenanya pula Allah menurunkan Kitab yang paling mulia Alquran

Mengenai firman-Nya : “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu.” ‘Ali bin Abi Thalhah berkata, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma:

“Maksudnya adalah Islam. Allah telah mengabarkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang-orang yang beriman bahwa Allah telah menyempurnakan keimanan kepada mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan penambahan sama sekali.

Dan Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan Islam sehingga Allah tidak akan pernah menguranginya, bahkan Allah telah meridainya, sehingga Allah tidak akan memurkainya, selamanya.”

Asbath mengatakan, dari as-Suddi, “Ayat ini turun pada hari ‘Arafah, dan setelah itu tidak ada lagi ayat yang turun, yang menyangkut halal dan haram.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kembali dan setelah itu beliau wafat.”

Ibnu Jarir dan beberapa ulama lainnya mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam meninggal dunia setelah hari ‘Arafah, yaitu setelah 81 hari.

” Keduanya telah diriwayatkan Ibnu Jarir. Selanjutnya ia menceritakan, Sufyan bin Waki’ menceritakan kepada kami, Ibnu Fudhail menceritakan kepada kami, dari Harun bin Antarah, dari ayahnya, ia berkata, “Ketika turun ayat:

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu.” Yaitu pada haji akbar (besar), maka ‘Umar radhiyallahu anhu menangis, lalu Nabi shalalllahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Apa yang menyebabkan engkau menangis?”

‘Umar radhiyallahu anhu menjawab, “Aku menangis disebabkan selama ini kita berada dalam penambahan agama kita.

Tetapi jika telah sempurna, maka tidak ada sesuatu yang sempurna melainkan akan berkurang.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Engkau benar.”

Pengertian tersebut diperkuat oleh sebuah hadis yang menegaskan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Sesungguhnya Islam bermula dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing sebagaimana permulaannya, maka berbahagialah orang-orang yang asing.”[1]

Dari Thariq bin Syihab, ia berkata, “Ada seorang Yahudi yang datang kepada ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu, lalu berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya kalian membaca sebuah ayat dalam kitab kalian.

Jika ayat tersebut diturunkan kepada kami, orang- orang Yahudi, niscaya kami akan menjadikan hari itu (hari turunnya ayat itu) sebagai Hari Raya.’ ‘Ayat yang mana?’ tanya ‘Umar radhiyallahu anhu. Orang Yahudi itu berkata, ‘Yaitu firman-Nya:

“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu.”
(QS. Al-Maa-idah: 3)

Maka ‘Umar radhiyallahu anhu berkata, ‘Sesungguhnya aku telah mengetahui hari dan tempat ketika ayat itu turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Diturunkannya ayat itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu di ‘Arafah pada hari Jum’at.’”[2]

Demikianlah akhir dari penjelasan Imam Ibnu Katsir.[3]

Allah Azza wa Jalla Telah Menjelaskan Ushul dan Furu’ Agama Dalam al-Qur-an[4]

Anda tentu tahu bahwa Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan dalam Alquran tentang ushul (pokok-pokok) dan furu’ (cabang- cabang) agama Islam.

Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan tentang tauhid dengan segala macam-macamnya, sampai tentang bergaul dengan sesama manusia seperti adab (tata krama) pertemuan, tata cara minta izin dan lain sebagainya.

Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu…”
(QS.Al-Mujaadilah: 11)

Dan firman-Nya:

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya.

Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Dan jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin.

Dan jika dikatakan kepadamu, ‘’Kembalilah !” Maka (hendaklah) kamu kembali. Itu lebih suci bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nuur: 27-28)

Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan pula kepada kita dalam Alquran tentang kewajiban wanita muslimah untuk memakai jilbab (busana muslimah) yang sesuai dengan syariat.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak- anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’

Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzaab: 59)

Juga firman-Nya:

“… Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An-Nuur : 31)

Allah juga telah menjelaskan kepada kita tentang adab masuk rumah, sebagaimana firman-Nya:

“… Dan bukanlah suatu kebajikan itu memasuki rumah- rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu adalah (kebajikan) orang yang bertakwa, dan masukilah rumah- rumah itu dari pintu- pintunya …” (QS. Al-Baqarah: 189)

Dan masih banyak lagi ayat seperti ini. Dengan demikian jelaslah bahwa Islam adalah agama yang sempurna, mencakup segala aspek kehidupan, tidak boleh ditambahi dan tidak boleh dikurangi.

Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla tentang Alquran:

“… Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu …”
(QS. An-Nahl : 89)

Dengan demikian, tidak ada sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia baik yang menyangkut masalah kehidupan di akhirat maupun masalah kehidupan di dunia, kecuali telah dijelaskan Allah Azza wa Jalla di dalam Alquran secara tegas atau dengan isyarat, secara tersurat maupun tersirat.

Adapun firman Allah Azza wa Jalla:

“Dan tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan burung- burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu.

Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Al-Kitab. Kemudian kepada Rabb-lah mereka dikumpulkan.” (QS. Al-An’aam : 38)

Ada yang menafsirkan “Al-Kitab” di sini adalah Al-Qur-an, padahal sebenarnya yang dimaksud yaitu “Lauh Mahfuzh”.

Karena apa yang dinyatakan oleh Allah Azza wa Jalla tentang Alquran dalam firman-Nya:

“Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu,” lebih tegas daripada yang dinyatakan dalam firman-Nya: “Tidaklah Kami alpakan sesuatu pun di dalam al-Kitab”.

Mungkin ada orang yang bertanya: “Adakah ayat di dalam Alquran yang menjelaskan jumlah salat lima waktu berikut bilangan rakaat tiap-tiap salat?

Bagaimanakah dengan firman Allah Azza wa jalla yang menjelaskan bahwa Alquran diturunkan untuk menerangkan segala sesuatu, padahal kita tidak menemukan ayat yang menjelaskan bilangan rakaat tiap-tiap salat ?”

Jawabnya: Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan di dalam Alquran bahwasanya kita diwajibkan mengambil dan mengikuti segala apa yang telah disabdakan dan dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Hal ini berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla:

“Barang siapa yang mentaati Rasul (Muhammad) maka sesungguhnya ia telah mentaati Allah…” (QS. An-Nisaa’ : 80)

Juga firman-Nya:

“… Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah …” (QS. Al-Hasyr : 7)

Maka segala sesuatu yang telah dijelaskan oleh sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sesungguhnya Alquran telah menunjukkannya pula.

Karena sunah termasuk juga wahyu yang diturunkan dan diajarkan oleh Allah Azza wa Jalla kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

“… Dan (juga karena) Allah telah menurunkan al-Kitab (Al-Qur-an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) kepadamu …” (QS.An-Nisaa’ : 113)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al-Kitab (Al-Qur-an) dan yang sepertinya (yaitu As-Sunnah) bersamanya.”[5]

Dengan demikian, apa yang disebutkan dalam sunah, maka sebenarnya telah disebutkan pula dalam Alquran. (*)

Footnote :

Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid Abdul Qadir Jawas

[1] HR. Muslim dalam Kitabul Iman (no. 145 (232)) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[2] HR. Al-Bukhari (no. 45, 4407, 4606, 7268) dan Muslim (no. 3017 (5)), dari Thariq bin Shihab Radhiyallahu anhu
[3] Lihat Tafsir Ibnu Katsir (II/15-16), cet I, Maktabah Daarus Salam th. 1413 H.
[4] Sub bahasan ini dinukil dari kutaib al-Ibdaa’ fi Kamaalisy Syar’i wa Khatharil Ibtidaa’ oleh Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah
[5] HR. Abu Dawud (no. 4604) dan Ahmad (IV/131), dari Shahabat al-Miqdam bin Ma’dikarib.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini