Muhammadiyah dan Relasi Kekuasaan
uya Hamka menaruh rasa hormat yang tinggi kepada sosok KH Farid Ma’ruf. foto: google
UM Surabaya

*) Oleh: Dr. Nurbani Yusuf

Benarkah menjadi Marhaen di Muhammadiyah adalah dosa besar?

***

Hubungan Muhammadiyah dengan negara lagi bermasalah. Banyak hal tentang kebijakan negara yang dianggap merugikan umat Islam, Muhammadiyah sedang tak enak hati dengan istana.

Soekarno dianggap telah jauh menyimpang, kedekatannya dengan partai komunis sangat mengkhawatirkan umat Islam. Tak sedikit ulama yang melawan termasuk beberapa ulama Muhammadiyah.

Di puncak selisih itu, Moelyadi Djojomartono, salah seorang Ketua PP Muhammadiyah, diangkat sebagai Menteri Sosial. Suasana kian memanas. Polarisasi sikap tak bisa dihindari.

Sebagian mendukung dan tidak sedikit yang menolak, Buya Hamka salah satu yang paling keras menolak.

Beliau menulis di harian Abadi, sebuah koran dengan oplag besar. Buya Hamka seorang penulis dan pengarang terkemuka menyampaikan penolakannya lewat media. Jangan tanya pengaruhnya.

Buya Hamka tegas menolak. Dia menulis pengangkatan Moeljadi Djojomartono sebagai Menteri Sosial adalah upaya istana untuk memecah belah Muhammadiyah dari dalam.

Farid Ma’ruf tak kalah tangkas. Dia mendukung dan berbicara di berbagai forum bahwa pengangkatan Moeljadi Djojomartono sebagai Menteri Sosial sangat dibutuhkan Muhammadiyah sebagai ikhtiar menjaga silaturahmi dan hubungan baik dengan istana.

***

Disparitas sikap ini begitu kuat terasa dan menjadi bahan bincang yang tak pernah habis di Persyarikatan.

Perselisihan tak kunjung reda bahkan cenderung kian memanas seiring dengan suasana politik yang tidak kondusif.

Di Gedoeng Muhammadiyah Jogjakarta Sidang Tanwir di gelar. Dua kubu saling berhadapan membawa argumen dan hujjah untuk dipertahankan.

Para musyawwirin menunggu kedua belah pihak menyampaikan pendapatnya. Buya Hamka dipersilakan ke mimbar lebih dahulu untuk menjelaskan terhadap pendapatnya di harian Abadi.

Buya Hamka berdiri tenang. Wajah dan matanya lebih dulu berbicara ketimbang bibirnya. Air matanya berlinang.

Suaranya tersendat parau. Di dorong perasaan cintanya kepada Muhammadiyah sangat besar, maka ia ambil pena dan menuliskan sikapnya.

Semua yang ia tulis di harian Abadi bermaksud baik, tapi jika ternyata melukai perasaan Kyai Farid Ma’ruf yang sangat dicintainya, Buya Hamka minta maaf. Hadirin terdiam.

***

Giliran Kyai Farid Ma’ruf berdiri di mimbar. Satu map besar disiapkan sebagai persiapan pertahanan untuk menangkis serangan Buya Hamka.

Tapi tak diduga sikap Buya Hamka yang dengan tegar menyatakan maafnya. Map tak jadi dibuka.

Kyai Farid Ma’ruf berkata, kesediaan menerima jabatan sebagai Menteri Sosial adalah niat baik agar Muhammadiyah berkembang di amal usahanya, kita masih membutuhkan Pemerintah untuk bermitra.

Perbedaan antara dirinya dengan Buya Hamka sama-sama dengan niat baik. Jika pendiriannya dinyatakan bersalah dan dikawatirkan membawa Muhammadiyah ke istana, maka dengan ikhlas hati dia akan mengundurkan diri sebagai Pimpinan Pusat.

Belum lagi Kyai Farid Ma’ruf selesai berpidato, Buya Hamka berdiri dan berkata, “Pimpinan .. serunya. Jangan Kyai Farid yang mundur, kita sangat membutuhkan dia. Saya, Hamka yang harus mundur.”

Kemudian keduanya berangkulan, air mata berlinangan, saling mengiklaskan dan ridha.

***

Moeljadi Djoimartono, Kyai Haji Farid Ma’ruf, Kyai Haji Djarnawi Hadikoesoemo, Buya Hamka, HS Prodjo Koesoemo, sebelumnya ada Ki Bagus mereka adalah para guru yang patut dijadikan teladan bagaimana kita ber-Muhammadiyah.

Menyikapi politik dan perbedaan dalam berkhidmad di Persyarikatan tanpa merasa ‘paling’. Nyatanya perbedaan selalu ada dan kita gagal menyikapi dengan bijak.

Kyai Nur Cholish Huda bertutur, “Sering kita berkata membela Muhammadiyah, padahal sejatinya kita sedang membela harga diri.

Ketulusan kita sering semu, karena ada kepentingan pribadi yang tersembunyi. Membesar-besarkan hal kecil, dan kerap bertindak kekanak-kanakan. Meski lantang berkata: ‘demi Muhammadiyah … “. Wallahu a’alam. (*)

*Disarikan dari tulisan Kyai Haji Djarnawi Hadikoesoemo: Mengenang 70 Tahun Buya Hamka.

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini