Peradilan Etika Versus Peradilan Hukum
Meskipun banyak ketentuan peradilan hukum yang juga dapat diterapkan di lingkungan peradilan etika, namun keduanya memiliki perbedaan-perbedaan yang bersifat khas. Perbedaan di antara sistem peradilan hukum dan peradilan etika cukup banyak. Di antaranya dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Sistem etika lebih mengutamakan prinsip pilihan baik-buruk daripada benar-salah secara hukum. Hukum itu adalah badannya, sedangkan etika adalah rohnya, yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Karena itu, relasi antara norma hukum dan etika tidak lagi dapat dibayangkan dalam hubungan atas-bawah, mana yang lebih tinggi, mana yang lebih rendah. Hubungan keduanya harus dipahami sebagai hubungan antar luar dan dalam.
2. Hukum juga dapat diibaratkan sebagai kapal, sedangkan etika adalah samuderanya. Kapal hukum hanya mungkin berlayar menuju tepian pulau keadilan, jikalau samudera etikanya mengalir bersih, tidak kotor, apalagi kering. Karena itu, untuk mengimpikan tegaknya hukum yang berkeadilan, akhlak dan adab atau etika suatu bangsa harus berfungsi dengan baik.
3. Sistem penegakan kode etika tidak bertujuan untuk membalaskan kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan (retributive justice), melainkan untuk menjaga dan mengembalikan kehormatan dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi jabatan dan organisasi tempat pelaku pelanggaran bekerja (restorative justice).
Karena itu, sistem sanksinya bukan pemenjaraan, melainkan (i) sanksi pembinaan dan penjeraan melalui peringatan yang dapat diatur bertingkat, dan (ii) apabila peringatan dinilai tidak efektif, maka dijatuhkan sanksi pemberhentian untuk maksud memulihkan kepercayaan terhadap institusi.
4. Sistem etika materiel dapat beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan di masing-masing lingkungan organisasi negara, organisasi profesi, organisasi masyarakat, dan organisasi bisnis, dan sistem etika materiel itu datang dari kesadaran internal anggota di masing-masing organisasi. Sedangkan sistem etika formil dapat ditata secara seragam dan terpadu, dengan diberlakukan dari otoritas eksternal.
5. Apabila dibandingkan dengan proses peradilan hukum yang berbelat-belit, rumit, dan memakan waktu yang lama, proses peradilan etika dapat diselenggarakan secara lebih cepat dan lebih sederhana.
6. Lembaga penegak kode etika juga dianjurkan untuk tidak hanya menjatuhkan sanksi, tetapi juga memberikan penghargaan dalam rangka pendidikan etika bagi para anggota.
Karena itu, apa yang sudah dipraktikkan oleh MK DPR sejak tahun 2022 dan 2023, yaitu memberikan “MKD Award” kepada para anggota DPR yang terpilih setiap tahun sangat baik untuk dijadikan contoh bagi lembaga-lembaga penegak kehormatan, martabat dan perilaku pejabat publik pada umumnya.
7. Pengadilan etika atau lembaga penegak kode etik dapat menerima laporan dari masyarakat atau pihak yang berkepentingan atau dapat menemukan sendiri adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pejabat publik. Dengan demikian, perkara dugaan pelanggaran kode etik dapat berasal dari laporan eksternal ataupun dari temuan sendiri dalam praktik penyelenggaraan tugas kelembagaan para pejabat publik.
8. Di samping itu, sesuai dengan nomenklatur yang dipakai untuk menyebut nama lembaga penegak kode etik ini yang disebut dengan istilah yang beraneka-ragam, yaitu: “Mahkamah Kehormatan”, “Majelis Kehormatan”, “Dewan Kehormatan”, Dewan Etik” dan lain sebagainya, lembaga ini harus dikonstruksi sebagai lembaga yang menjaga kehormatan dan kepercayaan publik.
Karena itu, lembaga penegak kode etik sebaiknya juga berperan aktif melalui upaya bersengaja melindungi kehormatan, martabat, dan kepercayaan publik dari serangan-serangan yang bersifat subjektif atau dari tindakan-tindakan penghinaan (contempt of public offices) yang tidak berdasar.
9. Peradilan Etika menilai ada tidaknya pelanggaran etika, sedangkan peradilan hukum menilai ada tidaknya pelanggaran hukum. Keduanya berada dalam ranah yang berbeda. Segala sesuatu yang melanggar hukum besar kemungkinan adalah juga merupakan pelanggaran etika. Namun, pelanggaran etika tidak selalu harus berarti pelanggaran hukum.