1. Makan dan minun dalam keadaan lupa saat puasa
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ, فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ, فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ, فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اَللَّهُ وَسَقَاهُ
“Barang siapa yang lupa sedang ia dalam keadaan puasa lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya karena kala itu Allah yang memberi ia makan dan minum.” (HR. Bukhari, no. 1933 dan Muslim, no. 1155).
2. Berbicara dalam salat dalam keadaan lupa
Dari Mu’awiyah bin Hakam As-Sulamiy radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku ketika itu shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ada seseorang yang bersin dan ketika itu aku menjawab ‘yarhamukallah’ (semoga Allah merahmatimu). Lantas orang-orang memalingkan pandangan kepadaku. Aku berkata ketika itu:
وَاثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَىَّ
“Aduh, celakalah ibuku! Mengapa Anda semua memandangku seperti itu?”
Mereka bahkan menepukkan tangan mereka pada paha mereka. Setelah itu barulah aku tahu bahwa mereka menyuruhku diam. Lalu aku diam. Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai salat, ayah dan ibuku sebagai tebusanmu (ungkapan sumpah Arab), aku belum pernah bertemu seorang pendidik sebelum dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah! Beliau tidak menghardikku, tidak memukul, dan tidak memakiku.
Beliau bersabda saat itu:
إِنَّ هَذِهِ الصَّلاَةَ لاَ يَصْلُحُ فِيهَا شَىْءٌ مِنْ كَلاَمِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
“Sesungguhnya salat ini, tidak pantas di dalamnya ada percakapan manusia, karena shalat itu hanyalah tasbih, takbir, dan membaca Alquran.'” (HR. Muslim, no. 537)
Menurut ulama Malikiyah dan Syafi’iyah bahwa siapa yang berbicara ketika salat dalam keadaan lupa, salatnya tidaklah batal asalkan kata-kata yang keluar sedikit dan nantinya ditutup kealpaan tersebut dengan sujud sahwi. Jika kata-kata yang keluar banyak, salatnya batal.
3. Baru mengetahui adanya najis setelah salat
Barang siapa yang lupa membersihkan diri dari najis lalu ia salat dalam keadaan lupa, maka salatnya sah. Masalah najis berkaitan dengan larangan ketika salat. Ketika dilakukan diterjang dalam keadaan lupa, maka salatnya tetap sah dan tidak perlu diulangi.
Hal ini menjadi pendapat Syafi’i yang qadim. Dalil dari hal ini adalah hadis ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melepas sandal saat salat. Hadis lengkapnya sebagaimana berikut ini.
Dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ قَالَ مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَاءِ نِعَالِكُمْ قَالُوا رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا أَوْ قَالَ أَذًى وَقَالَ إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرْ فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ قَذَرًا أَوْ أَذًى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا
“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam salat bersama sahabatnya, tiba-tiba dia melepaskan kedua sandalnya dan meletakkannya di sebelah kirinya. Ketika para sahabat melihatnya, mereka pun melepas sandalnya.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai salat, beliau berkata, ‘Apa yang membuat kalian melepas sandal kalian?’
Mereka berkata, ‘Kami lihat engkau melepas sandalmu, maka kamipun melepas sandal kami.’ Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Jibril mendatangiku dan mengabarkan kepadaku bahwa pada kedua sandalku terdapat kotoran.
Dan dia berkata, ‘Jika kalian mendatangi masjid, hendaknya memperhatikan, jika pada sandalnya terdapat najis atau kotoran hendaknya dia bersihkan, lalu salat dengan memakai keduanya.” (HR. Abu Daud, no. 650). . (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News