Banyak hal yang perlu ditanyakan terkait adab dalam Islam. Salah satunya terkait larangan membuang air menghadap atau membelakangi kiblat.
Karena yang terjadi, banyak orang yang memiliki setting tempat seperti yang diharapkan. Apalagi kondisi rumah sekarang yang rata-rata kecil.
Terlebih mereka yang tinggal di perumahan yang harus mengikuti pengaturan sudah dibuat oleh pengembang.
Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah memberikan jawaban sebagai berikut:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya untuk buang air dengan menghadap atau membelakangi kiblat.
Sebagaimana hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Abu Ayyub al-Anshari:
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الأَنْصَارِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا أَتَيْتُمُ الغَائِطَ فَلاَ تَسْتَقْبِلُوا القِبْلَةَ، وَلاَ تَسْتَدْبِرُوهَا وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا. [رواه البخاري ومسلم]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Ayyub al-Ansari bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila kalian buang hajat, janganlah menghadap atau membelakangi kiblat. Namun menghadaplah ke timur atau ke barat.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]
Namun dalam hadis lain, diberitakan sebagai berikut:
قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ قَدْ رَقِيتُ ذَاتَ يَوْمٍ عَلَى ظَهْرِ بَيْتٍ لَنَا، فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدًا عَلَى لَبِنَتَيْنِ لِحَاجَتِهِ مُسْتَقْبِلَ الشَّامِ مُسْتَدْبِرَ الْقِبْلَةِ. [رواه البخاري ومسلم]
Artinya: “Berkata Abdullah ibn Umar: “Sungguh pada suatu hari saya naik ke atas bumbung rumah Hafshah, lalu saya melihat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuang hajatnya menghadap ke Syam membelakangi Kiblat (Kakbah).” [HR. al-Bukhari dan Muslim]
Mengenai kedua hadis tersebut, ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Di satu sisi ada yang berpendapat bahwa larangan ini berlaku umum, baik di tempat tertutup maupun tempat terbuka, seperti Ayyub, Mujahid, an-Nakha’i, ats-Tsauri, dan juga didukung oleh Ibn Hazm.
Di sisi lain ada yang berpendapat bahwa larangan ini hanya berlaku untuk buang air di tempat terbuka, mereka adalah Urwah bin az-Zubair, Rabi’ah, Dawud adh-Dhahiri.
Sedangkan Malik, asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, dan asy-Sya’bi memberikan perincian; haram jika di tempat terbuka, boleh jika berada dalam bangunan (tertutup) [Taisir al-Allam, I:32].
Pendapat yang lebih kuat menurut kami adalah pendapat terakhir, karena ia telah mengkompromikan antara dua hadis yang tampak bertentangan.
Namun apabila memang sudah tidak memungkinkan lagi untuk tidak menghadap atau membelakangi kiblat karena tempat yang sudah didesain sedemikian rupa sehingga mengharuskan kita untuk menghadap atau membelakangi kiblat, maka boleh buang air menghadap kiblat, sesuai kaidah fikih:
الحاَجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ عَامَّةً كَانَت أَوْ خَاصَّةً.
Artinya: “Hajat (kebutuhan yang penting) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (darurat) baik secara umum atau khusus.“
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish-shawab. (*)