Dengan lolos dari pembunuhan itu, maka Musa hidup bersama Fir’aun dan tinggal bersama orang paling bengis hingga dewasa. Memasukkan cinta kepada istri Fir’aun sehingga mencintainya dengan sepenuh hati.
Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya:
وَقَا لَتِ امْرَاَ تُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِّيْ وَلَكَ ۗ لَا تَقْتُلُوْهُ ۖ عَسٰۤى اَنْ يَّـنْفَعَنَاۤ اَوْ نَـتَّخِذَهٗ وَلَدًا وَّهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ
“Dan istri Fir’aun berkata, “(Dia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan dia bermanfaat kepada kita atau kita ambil dia menjadi anak,” sedang mereka tidak menyadari.” (QS. Al-Qasas : 9)
Istrinya berhasil meyakinkan Fir’aun untuk mengambil manfaat atas Musa. Manfaat itu benar-benar terjadi, dimana dalam perjalanannya hidayah pun turun kepadanya. Istri Fir’aun berhasil mengasuh dan membesarkannya di dalam istana.
Rencana Allah pun jalan dengan baik tanpa disadari Fir’aun. Nabi Musa sebagai ancaman hidup bagi kerajaannya, namun justru hidup bersamanya.
Mengembalikan pada Ibunya
Rencana besar mengakhiri kezaliman Fir’aun, Allah pun mengilhamkan kepada ibu Nabi Musa agar membuang bayinya ke Sungai. Hal ini untuk mengantarkan Nabi Musa untuk diasuh di dalam istana Fir’aun.
Sebagai seorang yang melahirkan, tentu akan kosong hatinya ketika buah hatinya berpisah dari dirinya.
Ketika mendapatkan ilham untuk membuang bayinya, ibu Nabi Musa mengalami kekosongan hati. Hal ini sangat wajar.
Namun Allah pun menjanjikan kepada bahwa Musa akan kembali dalam asuhannya. Oleh karena itu, dia mampu bertahan hingga tak membocorkan apa yang telah dia lakukan pada bayinya.
Rencana Allahpun berjalan mulus sehingga tidak ada satupun perempuan yang berhasil menyusui Musa. Hal ini terjadi karena Allah menahan semua perempuan dari mendekatu Musa guna menyusuinya.