Hanya ada sedikit orang yang dicintai Allah SWT dari populasi 7,8 miliar penduduk bumi.
Siapakah mereka? Apakah kita termasuk yang dicintai Allah?
Atau, jangan-jangan kita bukan termasuk yang dicintai. Lalu, apa dampaknya jika tidak mendapatkan cinta-Nya?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka akan kita uraikan terlebih dahulu mengenai dampak jika kita tidak mendapatkan cinta dari Allah SWT.
Mari kita mencoba merenung, jika kita punya suami dan anak lalu mereka semua tidak mencintai kita, kira-kira apa yang kita rasakan?
Atau sebaliknya, jika kita sebagai suami namun tidak mendapatkan cinta dari istri dan anak-anak kita, apa yang bisa kita rasakan?
Pasti kita akan merasakan hidup yang susah dan berat. Walau satu rumah, namun seperti sedang sendiri, bahkan ketika kita menghadapi masalah tidak ada satu pun yang hadir membantu kita.
Ini adalah gambaran, betapa beratnya hidup jika kita tidak mendapatkan cinta dari orang-orang sekitar kita yang seharusnya mencintai kita.
Kesimpulannya, tanpa cinta hidup tidak akan bahagia dan bermakna. Kita bisa merasakan beratnya hidup tanpa cinta dari orang-orang sekitar kita, padahal mereka belum tentu bisa memberikan sesuatu yang kita butuhkan.
Lalu, bagaimana jika cinta dari Allah yang memberikan kemuliaan, jabatan, kesehatan, rizki, keluarga yang baik, pekerjaan dan kesempatan yang baik dan berbagai macam kebutuhan yang lain namun tidak mencintai kita?
Betapa sesaknya hidup kita dibiarkan oleh Allah SWT. Belum lagi ketika di akhirat kelak di saat tidak ada satu pun yang bisa menolong kita kecuali Allah SWT, sementara Dia tidak mencintai dan datang memberikan rahmatnya kepada kita. Tersiksa bukan?
Lalu siapa yang dicintai Allah? Apakah kita termasuk yang dicintai-Nya?
Di dalam Alquran, ada beberapa tipe orang-orang yang dicintai Allah SWT. Di antaranya adalah Muhsinin (orang-orang yang berbuat baik).
وَاَ نْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا تُلْقُوْا بِاَ يْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ وَاَ حْسِنُوْا اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ
“Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 195)
Di antara orang yang dicintai Allah SWT adalah Muhsinin, orang-orang yang berbuat baik lebih, tidak standar, dan tidak sekadar berbuat baik.
Ini yang akan membedakan antara ihsan dengan muhsinin. Kalau Ihsan berbuat baik yang standar, namun kalau muhsinin berbuat baik yang plus.
Membuang gelas plastik bekas minum sendiri ke tempat sampah adalah ihsan, artinya berbuat baik.
Namun kalau kita membuang sampah sendiri dan membuang sampah di samping kanan kiri yang berserakan milik orang lain ke tempat sampah dengan tanpa marah, sepenuhnya ikhlas mencari rida Allah, maka level ini sudah masuk kategori muhsinin, berbuat baik yang plus.
Standar membayar zakat pada bidang tertentu adalah 2,5 persen, jika ini dilakukan maka masuk kategori Ihsan.
Namun jika kita mampu memberikan lebih semisal 5 persen, 10 persen, 25 persen, 50 persen dan seterusnya, lalu dilakukan ikhlas dan sepenuhnya untuk mencari rida Allah SWT, maka ini termasuk muhsinin, berbuat baik yang plus.
Berdasarkan QS. Al-Baqarah: 195 bahwa Muhsinin yang dicintai Allah SWT tersebut adalah yang gemar berinfak, dan tidak menjatuhkan diri sendiri kepada kebinasaan dengan tangannya.
Berapa besar infak yang dikeluarkan?
QS. Al-Baqarah: 3 menjelaskan bahwa yang diinfakkan adalah sebagian dari rezeki yang dikaruniakan Allah SWT. Karena sebagian, maka bisa bermakna sebagian kecil berdasarkan standar minimal zakat, sebagian yang bermakna seperempat, sepertiga, seperdua, atau dua pertiga dari rezeki yang dikaruniakan Allah. Besaran infak ini akan menentukan tingkatan muhsinin seseorang.
Menjatuhkan diri sendiri kepada kebinasaan dengan tangannya, saya memaknai sebagai perbuatan menzalimi diri sendiri. Seorang karyawan yang tidak disiplin, mengabaikan amanah yang telah diberikan, maka ini bisa dikategorikan sedang menzalimi diri sendiri.
Demikian pula seorang pemimpin, yang dengan kekuasaannya menyebabkan kerusakan dan membahayakan lingkungan sekitarnya, maka ini juga termasuk menzalimi diri sendiri.
Intinya, bahwa muhsinin di sini adalah yang cinta kepada perbuatan baik dengan kebaikan yang lebih (muhsinholic), menghindarkan diri dari menzalimi orang lain, dan lingkungan sekitarnya.
Inilah di antara sedikit orang yang dicintai Allah SWT. Bagaimana dengan kita, apakah sudah termasuk yang dicintai Allah? Semoga. (*)