3. Bertawakal kepada Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا فِى اللّٰهِ مِنْۢ بَعْدِ مَا ظُلِمُوْا لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً ۗوَلَاَجْرُ الْاٰخِرَةِ اَكْبَرُۘ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَۙ
الَّذِيْنَ صَبَرُوْا وَعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ
“Orang yang berhijrah karena Allah setelah mereka dizalimi, pasti Kami akan memberikan tempat yang baik kepada mereka di dunia. Pahala di akhirat pasti lebih besar, sekiranya mereka mengetahui [41], (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.” [42] (QS. An-Nahl : 41-42)
Setelah memaksimalkan ikhtiar, manusia wajib bertawakal kepada Allah SWT atas apa yang telah diupayakan. Tawakkal merupakan sikap menyandarkan diri kepada Allah SWT sebagai bentuk keimanan dan mempercayakan sepenuhnya kepada Allah SWT hasil dari upaya (ikhtiar) yang dilakukan.
Tawakkal juga harus dilandasi dengan kesabaran dan kesadaran bahwa apa yang dihasilkan dari ikhtiar tersebut merupakan hasil terbaik yang diberikan oleh Allah SWT.
4. Yakin ujian tidak melebihi batas kemampuan hamba-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ ࣖ
“Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah [2]:286)
Sikap berikutnya ialah memahami bahwa Allah SWT tidak akan memberikan beban ujian kepada hamba-Nya di luar batas kemampuannya. Hal ini juga menegaskan bahwa Allah SWT tidak bersifat zalim kepada hamba-Nya, karena Ia Maha Mengetahui kemampuan hamba-Nya.
Jadi, tidak ada alasan lagi bagi seseorang untuk berputus asa dalam menghadapi ujian hidup dan dalam meraih cita-cita selagi ia memahami keluasan rahmat Allah SWT. Wallahua’alam bi ashowab. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News