Kapan Membuka dan Menutup Dzariah?

Bila ditelaah lebih lanjut, setidaknya ulama usul fikih membagi dzariah
menjadi tiga jenis. Ketiga jenis ini mempunyai implikasi hukum yang
berbeda. Mari kita cermati bersama.

Pertama, Saddu Dzariah. Dzariah yang harus ditutup. Dalam kitab fikih
klasik dicontohkan bahwa menjual hasil panen anggur yang asalnya halal,
menjadi haram bila anggur tersebut dibeli oleh produsen khamr.

Maka menjual anggur adalah dzariah. Sedangkan usaha untuk mencegah produksi
khamr dengan tidak menjual anggur kepada produsen khamr adalah saddu
dzariah.

Kedua, Fathu Dzariah. Dzariah yang harus dibuka. Misalnya, menjual beras yang asalnya mubah, menjadi wajib bila beras tersebut dibeli oleh muzakki yang hendak menunaikan zakat fitrah.

Maka menjual beras adalah dzariah. Sedangkan tindakan mendukung terlaksananya zakat fitrah dengan menjualnya kepada muzakki yang hendak menunaikan zakat adalah fathu dzariah.

Ketiga, dzariah yang diperselisihkan, apakah dibuka atau ditutup. Karena potensi kebaikan bisa muncul berbarengan dengan potensi keburukan. Di jenis terakhir ini, mazhab-mazhab fikih mengambil posisi yang berbeda.

Mazhab Malikiyah mengambil sikap saddu dzariah. Mereka menyatakan, bila potensi baik dan buruk yang muncul dari suatu dzariah adalah imbang, maka lebih baik ditutup.
Namun, mazhab Syafiiyah memilih pendapat fathu dzariah. Mereka menyampaikan, bila peluang manfaat atau mudarat dari suatu dzariah adalah setara, maka tidak mengapa dibuka.

Nah, di jenis ketiga inilah smartphone berada. Di satu sisi kita lihat, smartphone menjadi dzariah atas kemaksiatan dan kemudaratan. Pornografi menjadi sangat mudah diakses anak-anak sekolah.

Judi online digelar massal oleh bandar besar. Riba merajalela di balik topeng pinjol. Aurat dan penghambaan syahwat diserukan terang-terangan di sosial media.

Di sisi lain juga kita akui, smartphone menjadi dzariah atas ketaatan dan kemaslahatan. Syiar Islam bertebaran dengan cepat melalui kanal Youtube.

Pintu rezeki halal terbuka lebar karena e-commerce. Memahami agama semudah menggeser jari di atas layar.

Mubaligh kini tak harus punya perpustakaan pribadi. Karena ribuan kitab muktabar telah siap di kantong.

Tak ayal, benda canggih ini telah menjelma menjadi gerbang kembar identik yang sedang terbuka secara bersamaan. Satu menuju kepada taman ketaatan. Sedangkan satunya lagi menuju kepada jurang kemaksiatan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini