Adapun keutamaan muhasabah dijelaskan dalam firman Allah dan hadits Rasulullah yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertawalah kepada Allah. Sungguh Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. (QS. al-Hasyr: 18).
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
“Dari Syadad bin Aus r.a, dari Rasulullah SAW, bahwa beliau berkata, “Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah”. (HR. Imam Turmudzi)
Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Allah memberi perintah untuk bertakwa kepada-Nya, yang meliputi mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya.
Perintah ini diikuti dengan seruan untuk melakukan muhasabah terhadap diri sendiri serta mempersiapkan amal kebaikan sebelum terjadinya hari kebangkitan. Adapun perintah kepada ketakwaan yang kedua adalah sebagai pengukuhan makna.
Pada akhir ayat Allah menegaskan bahwasanya Ia mengetahui seluruh tingkah laku dan kondisi hati, tidaklah membuat kabur atas-Nya hal-hal samar yang bersumber dari makhluk, serta tidaklah lenyap dari pantauan-Nya segala urusan.
Bagaimana para sahabat bermuhasabah? Abu Bakar dan para sahabat Rasulullah lainnya benar-benar serius dalam menghisab dirinya. Hal tersebut lantaran nasihat melalui hadis Rasulullah:
“Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya. Tentang masa mudanya, digunakan untuk apa. Tentang hartanya, dari mana diperoleh dan kemana dihabiskan. Dan tentang ilmunya, apa yang dilakukan dengan ilmunya itu”. (HR. Tirmidzi).