Allah Ta’ala berfirman:
“Dan siapa yang kikir, sesungguhnya Dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang butuh (kepada-Nya).”
(QS. Muhammad: 38)
Di antara bentuk ghina Allah (tidak butuh-Nya Allah pada segala sesuatu) adalah terbebasnya Allah dari berbagai ‘aib dan kekurangan. Barang siapa yang menetapkan sifat tidak sempurna bagi Allah, maka itu berarti telah mencacati sifat ghina Allah.
Allah Ta’ala berfirman:
“Mereka (orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata: “Allah mempuyai anak”. Maha suci Allah; Dia-lah yang Maha Kaya; Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan apa yang di bumi.” (QS. Yunus: 68)
Tidak ada yang sebanding dengan Allah dan tidak pula yang jadi tandingan bagi-Nya. Itulah bentuk ghina Allah yang lain. Lantas bagaimana seseorang menyamakan makhluk yang fakir dengan Allah. Bagaimana mungkin Allah yang ghoni Yang Maha Kaya disamakan dengan hamba.
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah itu ialah Al masih putra Maryam”. Katakanlah: “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al masih putra Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi kesemuanya?”. Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Maidah: 17)
Di antara bentuk ghina Allah (tidak butuh-Nya Allah pada segala sesuatu) adalah hamba-Nya amat butuh berdoa pada-Nya setiap saat. Allah pun berjanji untuk mengabulkannya. Allah pun memerintahkan hamba-Nya untuk beribadah dan Allah janji akan memberikan ganjaran.
Barang siapa yang mengetahui Allah memiliki sifat ghina (tidak butuh pada segala sesuatu selain Dia), maka ia akan mengenali dirinya yang fakir dan benar-benar butuh pada Allah. Jika hamba telah mengetahui bahwa ia sangat fakir dan sangat butuh pada Allah, itu adalah tanda bahagia untuknya di dunia dan akhirat.[4]
Insya Allah. pelajaran ini bermanfaat dan membuahkan penyejuk hati bagi kita sekalian. (*)
Catatan:
[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11/316.
[2] Idem
[3] Faedah dari Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam Taisir Al Karimir Rahman, hal. 687.
[4] Disarikan dari Fiqh Al Asmail Husna, ‘Abdurrozaq bin ‘Abdil Muhsin Al Badr, hal. 217-220.
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News