Menjadi warga Muhammadiyah tidak sekadar formalitas, melainkan juga konsekuen dengan tanggung jawab untuk menghidupkan dan mendirikan iman serta takwa.
Sebab menurut Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Ikhwan Ahada, menjadi warga Muhammadiyah bukan hanya menjalankan ritual formal. Tetapi juga menjadikan nilai-nilai keislaman sebagai pilar utama kehidupan.
“Keberadaan kita di sini bukanlah kebetulan, melainkan sebuah ikatan dengan prinsip-prinsip yang harus dijunjung tinggi,” kata Ikhwan Ahada yang juga Ketua PWM DIY pada (30/12/2023) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Selain itu, konsekuensi menjadi warga Muhammadiyah adalah kewajiban untuk mengaktualisasikan amal salih. Keimanan dan amal salih yang dimiliki oleh warga Muhammadiyah tidak untuk dirinya sendiri, melainkan mewujud dan kontributif bagi masyarakat luas.
Konsekuensi tersebut menurutnya juga melekat bagi civitas atau karyawan di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Sebab, bekerja di AUM tidak sekadar mencari penghasilan untuk kepentingan dunia, tetapi juga pengabdian di Muhammadiyah untuk bekal di akhirat kelak.
Ikhwan Ahada kembali menegaskan, menjadi warga Muhammadiyah bukan sekadar status, melainkan sebuah panggilan membangun peradaban. Setiap aktivitas yang dijalankan diharapkan memiliki pengaruh pada pembangunan peradaban.
Oleh karena itu, setiap kader, warga, pimpinan persyarikatan, termasuk karyawan AUM diharapkan untuk memiliki integritas, moral, dan semangat dalam mengaktualisasikan cita-cita dan tujuan Muhammadiyah. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News