Muhammadiyah Berupaya Optimal Memerdekakan dan Memajukan Indonesia
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir di Unimus
UM Surabaya

Meski Muhammadiyah saat ini lebih dikenal dengan gerakan pendidikan, kesehatan, sosial, budaya, dan ekonomi. Namun jarang publik mengetahui perjuangan Muhammadiyah untuk kemerdekaan Indonesia juga dilakukan secara fisik.

Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir pada Sabtu (6/1/2024) di Semarang, 111 tahun Muhammadiyah terus berupaya optimal membangun bangsa dan negara Indonesia di segala lini dan berbagai macam cara. Termasuk gerakan fisik untuk memerdekakan Indonesia.

“Jadi perjuangan Muhammadiyah bukan hanya dari aspek pendidikan, kesehatan, sosial. Tapi juga gerakan perlawanan fisik untuk Indonesia yang merdeka. Dan ini menandakan bahwa kontribusi dari kiprah gerakan Muhammadiyah itu bukan hanya dalam cakupan Islam yang eksklusif tetapi menghadirkan yang inklusif. Islam yang semuanya. Sebagai manifestasi Islam rahmatan lil alamin,” kata Haedar.

Tidak banyak orang tahu, selain Resolusi Jihad yang meletus di Surabaya, di Yogyakarta dan sekitarnya juga meletus gerakan Askar Perang Sabil (APS) yang dikomando langsung oleh Ketua PP Muhammadiyah yaitu Ki Bagus Hadikusumo untuk berjuang meraih kemerdekaan Indonesia secara utuh.

Haedar juga menyebut KH. Faqih Usman, Ketua PP Muhammadiyah asal Jawa Timur yang juga gigih melawan kolonialisme tidak hanya melalui gagasan dan pemikirannya, tapi juga sepenuh fisik dan jiwanya. Selain itu juga jangan pernah lupakan peran Jenderal Besar Sudriman yang memimpin Perang Gerilya.

“Perang Gerilya bahkan kita tahu di komandani langsung oleh jendral sudirman sebagai kader Muhammadiyah,” kata Haedar.

Bahkan Presiden Sukarno Sang Proklamator adalah kader Muhammadiyah. Sukarno muda merupakan kader yang belajar langsung kepada KH. Ahmad Dahlan. Perjumpaan yang terjadi antara KH. Ahmad Dahlan dengan Sukarno muda sering berlangsung di Surabaya di rumah HOS Cokroaminoto.

“Kita tahu soekarno adalah anggota resmi Muhammadiyah, bahkan menjadi pimpinan majelis pendidikan Muhammadiyah (di Bengkulu) saat itu. Yakni tahun 30-an sampai bahkan beliau ketika berada di bengkulu tahun 1938,” ungkap Haedar.

Guru Besar Sosiologi ini berharap, jejak sejarah tentang kiprah Muhammadiyah itu menyatu dalam jiwa dan semangat kader Muhammadiyah masa kini, sampai nanti. Islam yang dipraktikan oleh Muhammadiyah bukan yang ekslusif, tapi inklusif dan mencerahkan bagi semua.

Haedar menambahkan, untuk PP Muhammadiyah periode 2022-2027 sedang menguatkan pilar ketiga hasil Muktamar ke-47 yaitu pilar ekonomi. Sehingga selain gerakan fisik, pendidikan, kesehatan, sosial, budaya, juga ada gerakan ekonomi. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini