Menghadang Islam dan Gelora Perlawanannya
foto: moroccoworldnews
UM Surabaya

*) Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari

Alquran memotret adanya gerakan elite atau tokoh berpengaruh untuk menghadang tegaknya nilai-nilai Islam, dan hal itu terus digelorakan dengan menggunakan segala daya dan upaya.

Segala cara pun ditempuh baik melalui teror, ancaman, pengusiran, hingga pembunuhan terhadap siapa pun yang menyuarakan kebenaran.

Fenomena ini akan terus berlangsung selama umat Islam secara terbuka dan sungguh-sungguh menyatakan dirinya sebagai bagian yang ingin menegakkan nilai-nilai Islam dalam kehidupannya.

Kemuliaan akan dianugerahkan kepadanya ketika memegang teguh nilai-nilai Islam, dan kehinaan akan diperolehnya ketika melepaskannya.

Namun kebanyakan manusia memilih untuk melepaskannya karena beban berat harus ditanggungnya karena ancaman berat yang dihadapinya.

Menutup Cahaya Islam

Pertarungan antara kebenaran dan kebatilan terus berlangsung, di mana kebenaran diupayakan untuk ditutup cahayanya.

Mereka yang berpegang teguh pada kebenaran senantiasa menghadapi tantangan berat namun akhir kehidupannya berujung mulia.

Itulah akhir kehidupan para nabi dan rasul. Sebaliknya mereka yang berada pada sisi sebagai pembela kebatilan sepintas berada di atas kesenangan dan kenikmatan, namun akhir kehidupannya berujung kehinaan. Itulah potret orang-orang kafir dan munafik.

Alquran menarasikan bahwa orang-orang beriman senantiasa menghadapi tantangan ketika ingin menegakkan nilai-nilai Islam secara terbuka.

Contoh konkretnya, sebagai seorang muslim ketika mengagungkan Allah secara totalitas, akan menghadapi tantangan besar dari mereka yang mempersekutukan-Nya.

Tantangan itu berupa ancaman dan teror termasuk menghadapi pengusiran dan resiko mati. Hal ini dialami orang-orang beriman di masa lalu, sebagaimana ditegaskan Allah pada firman-Nya:

ٱلَّذِيْنَ اُخْرِجُوْا مِنْ دِيَا رِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ اِلَّاۤ اَنْ يَّقُوْلُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ۗ وَلَوْلَا دَ فْعُ اللّٰهِ النَّا سَ بَعْضَهُمْ بِبَـعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَا مِعُ وَبِيَعٌ وَّصَلَوٰتٌ وَّمَسٰجِدُ يُذْكَرُ فِيْهَا اسْمُ اللّٰهِ كَثِيْرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللّٰهُ مَنْ يَّنْصُرُهٗ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَقَوِيٌّ عَزِيْزٌ

“(yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung halamannya tanpa alasan yang benar hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami ialah Allah.” Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh, Allah Maha Kuat, Maha Perkasa.” (QS. Al-Hajj : 40)

Mereka diusir dari kampung halamannya karena menyatakan dirinya beriman dan berpegang teguh pada kebenaran Islam.

Perlawanan sengit yang diterima oleh para pemegang teguh nilai-nilai tauhid merupakan ujian berat, dan hal itu pernah dirasakan oleh mereka yang mengagungkan nilai-nilai tauhid.

Namun mereka tetap sabar dan menjalaninya dengan keteguhan hati. Hal ini dinarasikan Alquran sebagaimana firman-Nya :

وَاِ نْ يُّكَذِّبُوْكَ فَقَدْ كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوْحٍ وَّعَا دٌ وَّثَمُوْدُ

“Dan jika mereka (orang-orang musyrik) mendustakan engkau (Muhammad), begitu pulalah kaum-kaum yang sebelum mereka, kaum Nuh, ‘Ad, dan Samud (juga telah mendustakan rasul-rasul-Nya),” (QS. Al-Hajj : 42)

Nabi Nuh, Hud, dan Salih menghadapi kaumnya yang menyembah berhala dan memasrahkan nasib dan menyampaikan hajat kepadanya.

Ketika diajak untuk menyembah hanya kepada Allah dan memasrahkan hidup mereka kepada-Nya, mereka justru melakukan perlawanan sengit, dan tak berhenti melakukan permusuhan.

Terlebih lagi mereka yang memiliki pengaruh atau tokoh masyarakat justru melakukan penolakan hingga bertindak kejam.

Ash-habul ukhdud merupakan kisah pilu yang dimasukkan ke dalam parit yang berisi api membara, karena menyatakan dirinya beriman kepada Allah. Hal ini terekam sebagaimana firman-Nya :

وَمَا نَقَمُوْا مِنْهُمْ اِلَّاۤ اَنْ يُّؤْمِنُوْا بِا للّٰهِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ

“Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji,” (QS. Al-Buruj : 8)

Mereka harus mengalami kematian tragis karena mempertahankan iman, dan bahkan Allah memberi kekuatan sehingga mereka rela dimasukkan dalam api ketika mempertahankan keyakinannya.

Hal ini merupakan bentuk amal saleh mereka. Dikatakan amal saleh karena mereka berdiri di atas iman yang kokoh.

Amal Saleh dan Balasannya

Amal kebaikan yang dilakukan oleh seorang hamba tidak akan sia-sia. Allah pun tidak menyia-nyiakan amal kebaikan mereka.

Hamba yang melakukan amal kebaikan bukan hanya dicatat tetapi akan dibalas dengan kemuliaan. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya:

فَمَنْ يَّعْمَلْ مِنَ الصّٰلِحٰتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَا كُفْرَا نَ لِسَعْيِهٖ ۚ وَاِ نَّا لَهٗ كٰتِبُوْنَ

“Barang siapa mengerjakan kebajikan dan dia beriman maka usahanya tidak akan diingkari (disia-siakan), dan sungguh, Kamilah yang mencatat untuknya.” (QS. Al-Anbiya : 94)

Dalam situasi politik saat ini, tidak mudah bagi umat Islam untuk menegakkan kebenaran. Untuk memilih pemimpin yang amanah, adil, jujur, cerdas, dan beradab, dijuluki sebagai kaum radikal yang ingin mendirikan negara Islam.

Sementara para penentu negeri ini didominasi justru mereka yang elergi dan curiga terhadap tegaknya nilai-nilai Islam.

Hal inilah yang menjadikan negeri ini mayoritas Islam namun umat Islam kurang leluasa mewarnai dalam konteks bernegara.

Muslim yang cerdas dan teguh keimanannya sudah saatnya memilih pemimpin yang memiliki komitmen untuk memberi jalan tegaknya nilai-nilai Islam.

Pemimpin yang tidak cacat moral karena membenarkan pelanggaran etika kenegaraan atau agama, tidak selayaknya dipilih. Terlebih lagi mereka yang menghalalkan segala cara agar dirinya dipilih, sehingga menggelontorkan duit tanpa batas.

Mereka berani secara terbuka membagi-bagikan uang atau sembako agar rakyat memilih dirinya jelas tidak layak untuk dipilih.

Sebagai orang yang beriman dan beramal shalih sudah saatnya mengedepankan nilai-nilai kejujuran dengan menolak politik uang. Politik uang hanya akan menciptakan kesenangan sesaat guna melanggengkan kesengsaraan selama kepemimpinannya.

Ketika memilih pemimpin berdasarkan hutang jasa, setelah memberi sembako atau amplop, pada dasarnya membenarkan untuk melakukan penindasan selama periode kepemimpinannya.

Politik uang bukan hanya membeli kebebasan individu tetapi juga sebagai upaya untuk merendahkan merendahkan martabat umat Islam karena menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kepemimpinan.

Politik uang merupakan bentuk perlawanan untuk menghadang lahirnya pemimpin Islam yang genuine, juga untuk meredupkan nilai-nilai Islam di tengah penduduk mayoritas muslim. (*)

Surabaya, 8 Januari 2024

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini