Nazaruddin Malik “Nunggak Semi” Pendahulunya
Nazaruddin Malik. foto: ist
UM Surabaya

*) Oleh: Anwar Hudijono,
Jurnalis senior tinggal di Sidoarjo

Pada pertengahan dekade 1980 sampai 1990-an, saya sering kali diskusi (lebih tepatnya ngasu kaweruh atau belajar) ke Pak Malik Fadjar. Saat itu, saya berstatus wartawan Kompas. Dari diskusi itu sebagian saya tulis dalam bentuk wawancara di Kompas atas izinnya.

Pemikiran Pak Malik yang orisinal, equal, brilian dan segar langsung menghebohkan publik. Pemimpin Redaksi Kompas Pak Jakob Oetama langsung kesengsem untuk menjadikan narasumber utama.

“Tolong jangan lepas Pak Malik, beliau ini istimewa. Sangat tepat jika suatu saat menjadi Menteri Pendidikan,” kata Pak JO, panggilan karib Jakob Oetama, kepada saya.

Ternyata bukan hanya Pak JO yang menggagas Pak Malik menjadi Menteri Pendidikan. Fraksi ABRI DPR MPR mengusulkan kepada Presiden Soeharto untuk menjadikan Malik sebagai menteri pendidikan atau menteri agama. Belum terealisasi Pak Harto keburu lengser.

Dan uniknya, Pak Malik termasuk tokoh sentral dalam gerakan reformasi yang berujung pada pelengseran Pak Harto. Rumah dinasnya sebagai Dirjen Binbaga Departemen Agama di Jalan Indramayu 14 Menteng, Jakarta menjadi markas gerakan reformasi. Di situ tokoh-tokoh reformasi seperti Amien Rais, Buya Syafii, Cak Nur, Cak Nun, Utomo Danajaya, dr Sulastomo berkumpul.

Prediksi Pak JO kalau Pak Malik layak jadi Menteri Pendidikan baru terealisasi pada masa Presiden Megawati. Setelah sebelumnya menjadi Menteri Agama pada kabinet Reformasi Pembangunan Presiden BJ Habibie.

Saat saya diskusi ngasu kaweruh biasanya Dik Udin – begitu saya memanggil Nazaruddin Malik – ikut nguping. Saat itu, dia masih SMA. Biasanya setelah itu dia minta penjelasan ke saya terkait isi diskusi. Proses nguping ini tanpa disadari pada dasarya adalah proses transfer ilmu dan kaderisasi.

Ngupingnya Udin bukan hanya saat Pak Malik diskusi dengan saya, tapi juga dengan tokoh-tokoh lain yang memang sering hadir di rumah Pak Malik di kampung Pandean seperti Cak Nur, Buya Syafii, Romo Jansen, Gus Dur, Pak Muhadjir. Cak Nur, Buya, dan Pak AR Fakhruddin kalau ada acara di Malang pilih menginap di rumah Pak Malik daripada di hotel.

Apalagi kalau Pak Malik diskusi dengan Pak Muhadjir Effendy, Udin tidak sekadar nguping, dia sudah mulai ikut serta. Boleh dibilang sudah magang ke Pak Muhadjir sejak kecil. Sering kali ikut ke mana Pak Muhadjir pergi. Boleh dibilang Udin itu kader inthil-nya Pak Muhadjir. Adapun Pak Muhadjir sendiri kader inthil-nya Pak Malik sejak kuliah di IAIN Sunan Ampel Malang.

Kader inthil ini khas kaderisasi di Muhammadiyah di mana kader-kader muda ikut atau magang secara pribadi kepada tokoh. Seperti Pak AR jadi kader inthil-nya Kiai Ahmad Dahlan.

Dalam pergaulan yang super intensif terjadilah internalisasi nilai-nilai, penularan pemikiran sehingga terjadi kesinambungan. Dalam istilah Jawa disebut nunggak semi.

Tradisi kaderisasi inthil ini sebenarnya diilhami oleh tradisi Rasulullah, di mana Rasulullah mengangkat kader-kader muda, sampai ada yang dijadikan anak angkat atau menantu seperti Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Ibnu Masud.

Kini, Nazaruddin Malik menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) periode 2024-2028. Proses suksesi rektorat UMM ini unik, yaitu berdasar kader inthil. Pak Muhadjir menggantikan Pak Malik.

Pak Muhadjir punya beberapa kader inthil termasuk Pak Fauzan dan Pak Nazar. Pak Fauzan mendapat kesempatan lebih dulu menggantikan Pak Muhadjir. Sekarang gilirannya Pak Nazar.

Pola kader inthil inilah rahasianya mengapa perkembangan UMM berlangsung secara kesinambungan dalam pembaruan. Tidak mengenal periode kutukan karena ada kesenjangan kepemimpinan.

Dulu, sempat muncul kekhawatiran pergantian dari Pak Malik ke Pak Muhadjir akan ricuh atau UMM akan decline. Nyatanya tidak. UMM terus maju.

Demikian pula masa pergantian dari Pak Muhadjir ke Pak Fauzan sempat memantik pesimisme, bahkan dikhawatirkan menjadi periode kutukan generasi ketiga. Namun nyatanya dua periode Pak Fauzan UMM kian gemilang.

Kini, di pundak Pak Nazar, masa kegemilangan UMM harus dilanjutkan. Ia bisa nunggak semi pendahulunya mulai Pak Malik, Pak Muhadjir dan Pak Fauzan. Selamat berjuang! (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini