Menolak Hadis Ahad dalam Perkara Akidah Itu Pandangan Minoritas
Wawan Gunawan Abdul Wahid. foto: ist
UM Surabaya

Anggota Majelis Tarjh dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Wawan Gunawan Abdul Wahid, menekankan pentingnya hadis ahad sebagai hujah dalam persoalan akidah.

Baginya, menolak hujah hadis ahad dalam urusan akidah merupakan pandangan minoritas.

Pandangan di atas disampaikan Ajengan Wawan dalam acara Seminar Ketarjihan di Aula Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan, Ahad (11/2/2024).

Acara tersebut diselenggarakan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DI Yogyakarta.

Dalam sejarah Islam, terang Wawan, pengelompokan hadis menjadi muatawatir dan ahad terjadi pada saat lahirnya berbagai aliran dalam agama ini.

Mu’tazilah, salah satu aliran, memainkan peran besar dalam membagi hadis Nabi saw menjadi muatawatir dan ahad. Wawan menegaskan bahwa pengelompokan ini bukanlah hasil ijtihad para sahabat.

Contoh konkret dari penggunaan hadis ahad dalam urusan akidah adalah hadis tentang siksa kubur, yang diriwayatkan oleh Siti ‘Aisyah.

Dalam hadis tersebut, Rasulullah Saw berdoa dalam shalatnya, memohon perlindungan dari azab kubur dan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.

Hadis tersebut memberikan pandangan lebih dalam terkait kehidupan setelah mati dan tantangan yang dihadapi umat Islam.

Sebuah hadis lain yang menyoroti sifat Allah juga menggunakan hadis ahad. Riwayat Siti Aisyah menyampaikan bahwa Rasulullah Saw memuji keistikamahan dalam beribadah, dengan mengajarkan bahwa Allah tidak pernah bosan dan sebaiknya melaksanakan ibadah sesuai dengan kemampuan, sebagaimana Allah tidak pernah lelah menjalankan kehendak-Nya.

Dalam konteks pentingnya hadis ahad sebagai hujah dalam persoalan akidah, terdapat pula hadis yang menyoroti perbuatan Allah. Salah satu contohnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Anas, diambil dari Sunan at-Tirmidzi oleh Syaikh Syakir.

Dalam hadis tersebut, Rasulullah Saw sering mengucapkan doa, “Ya Muqallibal quluub, tsabbit qalbii ‘alaa diinik,” yang artinya, “Wahai Allah Yang Membalikkan Hati, teguhkanlah hatiku dalam agama-Mu.”

Hadis ini mencerminkan kesadaran Rasulullah akan pentingnya keteguhan hati dalam memegang agama.

Ketika Anas bertanya kepada Rasulullah, menyatakan keimanannya kepada Allah dan ajaran yang dibawanya, Rasulullah tetap menunjukkan kekhawatiran terhadap umatnya.

Anas bertanya, “Apakah Engkau masih mengkhawatirkan kami?” Rasulullah menjawab, “Iya, karena hati itu diantara dua jari dari jari-jari Allah.”

Ungkapan ini menggambarkan bahwa keadaan hati manusia sepenuhnya dalam kekuasaan Allah, yang dapat mengubahnya sesuai dengan kehendak-Nya.

Hadis ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang hubungan antara hamba dan Sang Pencipta.

Penggunaan doa oleh Rasulullah sebagai contoh amalan spiritual juga menunjukkan bahwa hadis ahad dapat menjadi sumber inspirasi dalam memperkuat keyakinan dan keteguhan hati dalam menjalani ajaran agama. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini