Membumikan Manhaj Tarjih di Persyarikatan Muhammadiyah
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DI Yogyakarta, Ali Yusuf.
UM Surabaya

Dalam upaya membumikan Manhaj Tarjih di internal Persyarikatan, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DI Yogyakarta, Ali Yusuf, menyampaikan tekadnya dalam acara pembukaan Seminar Ketarjihan yang digelar pada Ahad (11/02/2024) di Aula Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan.

Dalam pernyataannya, Ali Yusuf menekankan urgensi membumikan Manhaj Tarjih di Persyarikatan, terutama di lingkungan umat Islam. Menurutnya, Seminar Ketarjihan diselenggarakan sebagai langkah konkret untuk menggalang pemahaman dan penerapan Manhaj Tarjih di berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Seminar ini fokus membahas dua aspek penting, yaitu kehujahan hadis ahad dalam akidah dan hadis mauquf dalam ibadah. Ali Yusuf menjelaskan bahwa berdasarkan buku 16 Pokok Manhaj Tarjih, persoalan akidah hanya dapat bersumber dari hadis mutawatir, sehingga hadis ahad ditolak.

Namun, Ali Yusuf menyampaikan pertanyaan mengenai apakah pernyataan ini merupakan resmi dari organisasi atau merupakan pandangan pribadi Prof Asjmuni.

Selain itu, persoalan lain yang diangkat dalam seminar ini adalah apakah hadis mauquf dapat dijadikan rujukan dalam perkara ibadah. Menurut Ali Yusuf, Manhaj Tarjih selama ini menegaskan bahwa hadis mauquf atau fatwa sahabat tidak dapat dijadikan hujah kecuali memiliki indikasi berasal dari Nabi Muhammad Saw.

Seminar Ketarjihan diharapkan menjadi wahana diskusi dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai Manhaj Tarjih, sehingga dapat menjadi landasan kuat dalam membimbing umat Islam di berbagai aspek kehidupan. Ali Yusuf berharap agar pemahaman ini dapat diimplementasikan secara luas di Persyarikatan, mengukuhkan posisi Manhaj Tarjih sebagai pedoman utama dalam menjalankan ajaran Islam.

Sementara itu, Ikhwan Ahada, selaku Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DI Yogyakarta, turut memberikan pandangannya terkait kajian hadis di Majelis Tarjih. Menurutnya, kajian hadis perlu terus dikembangkan dengan memerhatikan tiga aspek penting.

Pertama, Ikhwan Ahada menekankan pentingnya menghidupkan ijtihad, sebagai wujud dari pemikiran kritis dan penafsiran yang relevan terhadap konteks zaman. Hal ini dianggap sebagai langkah esensial dalam menjaga keberlanjutan dan keluwesan ajaran Islam dalam menghadapi perubahan zaman.

Kedua, Ikhwan Ahada menyoroti perlunya kembali pada Al-Quran dan Hadis sebagai sumber utama ajaran Islam. Dengan menempatkan agama sebagai solusi bagi berbagai masalah masyarakat, Majelis Tarjih diharapkan dapat menjadi pionir dalam memberikan pedoman yang kokoh dan sesuai dengan nilai-nilai keislaman.

Terakhir, Ikhwan Ahada menekankan pentingnya kontekstualitas dalam pengembangan kajian hadis. Menurutnya, hadis harus hadir dalam semangat perubahan menuju kebaikan yang lebih baik, sesuai dengan tuntutan zaman. Dengan demikian, kajian hadis di Majelis Tarjih tidak hanya menjadi refleksi historis, tetapi juga menjadi panduan yang relevan dan dapat diaplikasikan dalam realitas kehidupan sehari-hari.

Pandangan Ikhwan Ahada ini memberikan tambahan perspektif dalam upaya pengembangan Manhaj Tarjih, menunjukkan pentingnya keterlibatan dan partisipasi aktif dari berbagai elemen di dalam Persyarikatan Muhammadiyah. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini