Bahaya Menjadi Budak Harta
Ilustrasi: centonomy
UM Surabaya

*) Oleh: Ferry Is Mirza DM

Kapitalisme telah memengaruhi gaya hidup kaum muslim. Sebagian besar umat Islam menjadi konsumtif, pengejar cuan, dan akhirnya melupakan kewajiban kewajibannya sebagai muslim.

Padahal Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sudah mengingatkan umatnya:

“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamisah dan khamilah (sejenis pakaian yang terbuat dari wool/sutera). Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah.” (HR. Bukhari)

Budak harta maknanya, harta dan uang memperbudak dan memerintahkan manusia untuk mencari uang.

Manusia yang tamak akan patuh dengan perintah harta atau uang. Uang pun “berkata”, “Carilah aku dan kerahkanlah semua tenaga kalian. Carilah aku lagi, belum cukup. Engkau perlu kerja sampai malam dan lembur sampai libur akhir pekan. Carilah aku. Engkau perlu mengorbankan sedikit kehormatan dirimu dan prinsip hidupmu agar bisa dapat uang pada zaman ini.”

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Engkau akan menjadi budak harta jika menahan harta tersebut. Akan tetapi, jika engkau menginfakkannya, harta tersebut barulah menjadi milikmu.” (Tafsir Ibnu Katsir, hlm. 443)

Ketahuilah bahwa manusia yang rakus dan tamak menjadi budak harta karena harus menjaga harta tersebut.

Bahkan, untuk menjaga harta perlu mengorbankan segalanya. Ulama mengatakan: “Ilmu itu menjaga pemiliknya, sedangkan pemilik harta akan menjaga hartanya.” (Miftah Daris Sa’adah, hlm. 29)

Harta bisa menjadi fitnah (ujian) terbesar bagi umat. Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya pada setiap umat ada fitnah (ujiannya) dan fitnah umatku adalah harta.” (HR. Bukhari)

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah dua serigala lapar yang menghampiri seekor kambing lebih berbahaya baginya daripada ambisi seseorang kepada harta dan kedudukan bagi agamanya.” (HR. Tirmidzi)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini