Gerhana Matahari Hibrida, Muhammadiyah imbau Laksanakan Salat Khusuf
Ilustrasi foto: pixabay
UM Surabaya

Pada Kamis, 29 Ramadan 1444 H bertepatan dengan tanggal 20 April 2023 M terjadi Gerhana Matahari Hibrida.

Di Indonesia, gerhana total melintasi kawasan pulau Kisar Maluku Barat hingga Kabupaten Biak Numfor Papua Barat, kawasan lainnya di Indonesia dilintasi gerhana sebagian kecuali wilayah Banda Aceh dan Sabang.

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah mengeluarkan maklumat No. 01/MLM/I.1/E/2023 pada Senin (18/4/2023) dan ditindaklanjuti Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Jawa Timur, mengimbau kepada pimpinan dan warga Muhammadiyah untuk melaksanakan ibadah salat gerhana matahari (salat khusuf), memperbanyak doa, zikir, dan sedekah serta melakukan pengamatan gerhana menggunakan alat yang dimiliki. Hal tersebut berdasarkan hadis di bawah ini:

Dari ‘Aisyah (diriwayatkan) ia berkata: Pernah terjadi gerhana Matahari lalu Rasulullah saw memerintahkan seseorang menyerukan aṣ-ṡalātu jāmi‘ah. Kemudian orang-orang berkumpul, lalu Rasulullah saw salat mengimami mereka. Beliau bertakbir …., kemudian membaca tasyahhud, kemudian mengucapkan salam.

Sesudah itu beliau berdiri di hadapan jamaah, lalu bertahmid dan memuji Allah, kemudian bersabda: Sesungguhnya Matahari dan Bulan tidak mengalami gerhana karena mati atau hidupnya seseorang, akan tetapi keduanya adalah dua dari tanda-tanda kebesaran Allah.

Oleh karena itu apabila yang mana pun atau salah satunya mengalami gerhana, maka segeralah kembali kepada Allah dengan zikir melalui salat [HR. an-Nasai].

Waktu Salat Gerhana

Salat gerhana dilaksanakan pada saat terjadi gerhana sampai dengan usai gerhana, baik pada saat gerhana Matahari maupun gerhana Bulan, pada gerhana total atau gerhana sebagian. Apabila gerhana usai sementara salat masih ditunaikan, maka salat tetap dilanjutkan dengan memperpendek bacaan.

Orang yang dapat mengerjakan salat gerhana adalah mereka yang mengalami gerhana atau berada di kawasan yang dilintasi gerhana. Orang yang berada di kawasan yang tidak dilintasi gerhana tidak perlu mengerjakan salat gerhana.

Esensi Fenomena Gerhana dalam Islam

Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan (QS Al-Rahman: 5). Dalam peredaran bulan, bumi dan matahari tersebut kemudian terjadilah siang dan malam (QS. Al Fushshilat: 37).

Dinamisnya gerakan kedua benda yang secara konsisten, pasti, dan teliti itu dapat diukur sehingga diketahui kapan akan terjadinya gerhana (QS. Al-An’am: 96).

Karena itu wajar jika tanggapan Rasulullah terhadap sahabat tentang terjadinya gerhana memiliki pesan demitologisasi, yaitu negasi mitologi-mitologi yang tersebar luas di masyarakat.

Demitologisasi dimaksudkan agar masyarakat Muslim melihat fenomena gerhana secara saintifik atau dengan pendekatan ilmiah.

Ketidaksetujuan Nabi dengan anggapan sahabat yang mengaitkan kematian putranya dengan fenomena alam menunjukkan bahwa Nabi Saw masih berpikir rasional walau diselimuti kesedihan emosional.

Selain demitologisasi, Rasulullah menganjurkan untuk menunaikan salat gerhana. Pelaksanaan salat gerhana ketika terjadi hingga usai gerhana (bulan maupun matahari).

Fatwa Majelis Tarjih, apabila gerhana usai sementara salat masih ditunaikan, maka salat tetap dilanjutkan dengan memperpendek bacaan.

Karenanya, menurut Muhbib Abdul Wahab, dalam merespons gerhana, Islam memberikan ajaran yang jelas dan multidimensi, yaitu spiritualisasi, saintifikasi, sekaligus demitologisasi. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini