Khotbah Idul Fitri Jihad Ekonomi
Hairul Warizin, SE, MM
UM Surabaya

Khotbah Idul Fitri:

Assalamualakim wr wb

ان الحمد لله نحمده ونستعنه ونستغفره ونعذ بالله من شرور انفسنا وسيئات اعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له. اشهد ان لا اله الا الله وحده لاشريك له واشهد ان محمدا عبده ورسو له والصلاة والسلام على اشراف الانبياء والمرسلين نبينا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين اما بعد. فيا عباد الله اوصيكم و نفسي بتقوى الله حق تقاته فقد فاز المتقون

Puji syukur kehadirat Allah azza wa jalla atas segala nikmat yang diberikan sehingga kita masih diberi kesempatan merayakan Idul Fitri 1444H ini.

Selawat dan salam semoga selalu dicurahkan kepada Nabi Muhamad saw, keluarganya, sahabatnya, serta umatnya yang taat menjalankan perintahnya hingga berakhirnya dunia ini. Amin

Allahu Akbar 3x Walillahilham

Ma’asyiral muslimin rahima kumullah

Hari ini kita merayakan Idul Fitri 1444H, setelah sebulan lamanya kita berpuasa dan mengerjakan amalan-amalan sunah, seperti qiyamul lail, tilawatul qur’an, bersedekah , serta amalan-amalan saleh lainnya.

Untuk apa semua itu kita lakukan ? Semua itu kita lakukan untuk memenuhi perintah Allah dengan tujuan agar kita menjadi orang-orang yang bertakwa sebagaimana firmannya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ١٨٣

183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa

Predikat takwa merupakan derajat paling tinggi di antara manusia sebagaimana maklumat Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Al-Hujarat ayat 13:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣

13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal

Sahabat Ali bin Abi Thalib menerangkan taqwa adalah: takut kepada Allah yang maha Agung, beramal sesuai dengan Alquran dan Sunah, qanaah terhadap yang sedikit serta bersiap untuk hari akhir.

Pribadi yang bertakwa akan memancarkan kebermanfaatan pada kehidupan manusia sebagaimana sabda Rasulullah saw : “Khairun nas anfaahum lin nas” Sebaik-baik manusai adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.

Allahu Akbar 3x Walillahilham

Ma’asyiral muslimin rahima kumullah

Ketakwaan individu haruslah kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga keberadaan kita bisa menjadi solusi kehidupan dan menjadi pelopor kebangkitan umat.

Problem umat dewasa ini yang harus kita perhatikan adalah pada bidang ekonomi sosial. Di mana masyarakat sudah banyak yang terjerumus pada gaya hidup konsumtif, kurang kreatif, dan tidak produktif.

Alquran merupakan wahyu Allah yang diturunkan pada bulan Ramadan yang mempunyai tujuan mengatur seluruh dimensi kehidupan manusia, mengajarkan bagaimana membasmi kemiskinan material dan kebodohan spiritual agar tidak terjadi penindasan antarmanusia baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, politik hukum dan hak asasi manusia.

Prinsip keadilan merupakan salah satu prinsip yang diajarkan Alquran dalam sendi kehidupan manusia tidak terkecuali bidang ekonomi. Dalam menegaskan prinsip ekonomi yang bersumber dari Alquran, Syed Nawab Haider Naqvi menawarkan empat aksioma, yaitu:

Pertama, kesatuan. Di mana kesatuan terefleksikan pada ajaran tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim menjadi homogeneous whole atau semua yang homogen serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.

Kedua, kesetimbangan (keadilan). Menggambarkan dimensi horizontal ajaran Islam yang berhubungan dengan keseluruhan harmoni alam semesta.

Perilaku keseimbangan dan keadilan dalam konteks proses ekonomi, secara sederhana Alquran memerintahkan kepada seluruh pengusaha agar menyempurnakan timbangan dengan neraca yang benar.

Ha itu sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Isra ayat 35:

وَأَوۡفُواْ ٱلۡكَيۡلَ إِذَا كِلۡتُمۡ وَزِنُواْ بِٱلۡقِسۡطَاسِ ٱلۡمُسۡتَقِيمِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلٗا ٣٥

35. Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Serta dalam surat Al-Mutaffifin ayat 1-3:

وَيۡلٞ لِّلۡمُطَفِّفِينَ ١ ٱلَّذِينَ إِذَا ٱكۡتَالُواْ عَلَى ٱلنَّاسِ يَسۡتَوۡفُونَ ٢ وَإِذَا كَالُوهُمۡ أَو وَّزَنُوهُمۡ يُخۡسِرُونَ ٣

1. Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, 2. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, 3. dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi

Ketiga, kehendak bebas. Merupakan kontribusi Islam yang paling original dalam filsafat sosial tentang konsep manusia “bebas”.

Berdasarkan aksioma kehendak bebas dalam perekonomian ini, manusia mempunyai kebebasan membuat perjanjian termasuk untuk menepati atau mengingkarinya.

Seorang muslim yang percaya terhadap kehendak Allah akan selalu menepati janji yang dibuatnya dalam pergaulan dengan sesama.

Keempat, pertanggungjawaban. Kebebasan tanpa batas merupakan suatu hal yang mustahil bagi kehidupan manusia tapi pasti ada pertanggungjawaban dan akuntabilitas.

Hal ini diimplementasikan pada saat menghitung margin keuntungan, tidak melakukan transaksi dengan sistem ijon yang mengandung gharrar, dan economic return bagi pemilik modal harus bebas dari riba.

Islam bukanlah agama yang mengajarkan kepada umatnya hanya mencari kebahagiaan akhirat saja atau hanya kebahagiaan duniawi semata namun Islam mengajarkan bagaimana hidup berorientasi pada kebahagiaan ukhrawi namun tidak mengabaikan kebahagiaan duniawi.

Allah berfirman:

وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ٧٧

77. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Ayat di atas mengajarkan kepada kita bahwa tidak boleh mengabaikan kebahagiaan di dunia ini, walaupun itu sifatnya sementara karena dunia merupakan tempat menanam kebaikan yang akan kita panen kelak di akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Ad dunnya majraatul akhirah”.

Banyak contoh yang bisa kita tiru dari para sahabat Rasulullah saw dalam memanfaatkan dunia untuk kepentingan akhirat di antaranya sahabat Usman Bin Affan.

Usman bin Affan merupakan salah satu dari khulafaur rasyidin yang mempunyai keahliah dalam bidang ekonomi.

Investasi beliau sampai sekarang masih bisa dinikmati oleh kaum mulsimin dan hingga saat ini masih bisa dilihat secara langsung kebun kuma yang diwakafkan dan tetap produktif walau sudah berumur lebih dari 1400 tahun

Kita bisa mencontoh sahabat Usman bin Affan dalam mengimplementasikan takwa pada ekonomi keumatan dengan mendaya gunakan potensi yang ada.

Atau lebih dekat kita bisa mencontoh KH. Ahmad Dahlan dalam mengejawantahkan surat Al maun menajadi kekuatan ekonomi sosial berupa sekolah, rumah sakit, panti asuhan dll.

Allahu Akbar 3x Walillahilham

Ma’asyiral muslimin rahima kumullah

Untuk mengimplementasikan takwa pada jihat ekonomi perlu ada beberapa hal yang harus dilakukan secara individu di antaranya:

1. Tanamkan pola pikir bahwa ekonomi umat Islam harus bangkit

Umat Islam harus mulai berpikir dan menyadari pentingnya kemandirian ekonomi dalam mewujudkan kesejahteraan. Potensi umat Islam sangatlah besar namun belum terkonversi menjadi kekuatan ekonomi yang dapat memakmurkan umat Islam.

Sebagai contoh beraba besar kebutuhan kita dalam event perayaan Hari Raya Idul Fitri seperti sekarang ini mulai kebutuhan pokok sampai kebutuhan yang bersifat konsumtif, namun siapakah yang diuntungkan dengan itu semua ?

Yang diuntungkan adalah mereka-mereka kaum kafir yang menguasai perekonomian sementara kita kaum muslimin hanya menjadi objek belaka.

2. Rubah gaya hidup konsumtif jadi produktif

Pada era kehidupan serba digital dewasa ini kemudahan dalam berbelanja menjadikan manusia terjebak pada gaya hidup konsumtif. Pemberian diskon belanja dan berbagai macam promo yang sangat menarik juga banyak ditawarkan.

Agar tidak hanyut pada kehidupan konsumtif hal-hal yang harus dilakukan di antaranya: biasakan menabung, belanja hanya membeli barang yang dibutuhkan bukan menuruti keinginan, bergaya hidup sederhana, dan hindari utang.

3. Alihkan belanja kepada produk-produk saudara muslim

Mengalihkan belanja merupakan langkah kongkret untuk membela produk-produk muslim, jika selama ini kita menggunakan bukan produk muslim saatnya kita beralih pada produk muslim yang sudah ada sekalipun secara kualitas belum memadai dan harga pun masih relatif lebih mahal.

Allahu Akbar 3x Walillahilham

Ma’asyiral muslimin rahima kumullah

Demikian yang dapat saya sampaikan dalam khotbah Idul Fitri 1444 H ini, dengan harapan semoga kita bisa menjadi mukmin dengan predikat takwa, sebagaimana kehendak Allah azza wa jalla dan menjadi mujahid ekonomi yang bermanfaat bagi umat.

Mari kita bermunajat mengharap keridaan-Nya. (*)

Baca juga: Khutbah Jumat, 4 Macam Perlindungan

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini