Karakteristik Dakwah Kultural Muhammadiyah: Rasionalisasi dan Demistifikasi
Wakil Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis PP Muhammadiyah Prof Ahmad Najib Burhani .
UM Surabaya

Dalam perjalanan dakwah, Muhammadiyah menghadirkan pendekatan yang tak hanya mengedepankan ajaran agama, tetapi juga memperhatikan kompleksitas manusia sebagai makhluk budaya. Dengan konsep Dakwah Kultural, Muhammadiyah mengejar perubahan menuju kultur baru yang berakar pada nilai-nilai Islam, sambil menggali potensi dan kecenderungan manusia dalam ranah budaya.

Wakil Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis PP Muhammadiyah Prof Ahmad Najib Burhani dalam Pengajian Ramadan 1445 H PP Muhammadiyah di UMJ, Selasa (19/3) menegaskan, tidak semua aspek budaya sejalan dengan prinsip-prinsip Islam.

Muhammadiyah menghadapi realitas bahwa tidak semua kebiasaan atau tradisi dapat diterima secara universal oleh umat manusia. Oleh karena itu, semangat modernisasi dan rasionalisasi menjadi pilar penting dalam pendekatan Muhammadiyah terhadap budaya.

Baca juga: Reaktualisasi Dakwah Kultural, Membuka Banyak Pintu untuk Mengikuti Muhammadiyah

Dalam upayanya merespons budaya lokal, Muhammadiyah tidak sekadar menyesuaikan, tetapi juga melakukan proses demistifikasi dan demitologisasi. Muhammadiyah dengan pendekatan yang moderat berupaya membersihkan ajaran Islam dari penyimpangan budaya dan mitos yang mungkin telah menyelinap ke dalam pemahaman masyarakat.

Dalam konteks masyarakat Jawa, pandangan tentang zaman kolobendu menimbulkan kekhawatiran akan masa depan yang penuh dengan malapetaka dan kesulitan. Mereka memandang sejarah sebagai cakra manggilingan, sebuah siklus yang terus berputar dan membawa tantangan yang abadi.

Namun, Najib mengatakan bahwa Muhammadiyah mengadopsi pandangan yang lebih progresif. Mereka menolak ide bahwa Islam akan menghilang dari dunia atau bahkan dari Indonesia. Pertanyaan yang mereka ajukan adalah, siapa yang akan bertanggung jawab untuk mencegahnya?

Untuk menghadapi tantangan ini, Muhammadiyah merangkul gagasan inovatif dan terbuka terhadap pendekatan baru dalam dakwah. Muhammadiyah tidak segan untuk belajar dari langkah-langkah yang diambil oleh misionaris Kristen, menunjukkan bahwa untuk memperkuat Islam, perlu ada kemauan untuk beradaptasi dan berinovasi.

Salah satu konsep yang diubah oleh Muhammadiyah adalah konsep perwira dalam ritual, seperti pernikahan atau kematian. Mereka memilih menggantinya dengan konsep samadya, yang menekankan pada kesederhanaan dan nilai-nilai yang sesuai dengan ajaran Islam.

Dengan pendekatan progresif dan terbuka ini, Muhammadiyah tidak hanya berusaha untuk menjaga keberlangsungan Islam, tetapi juga untuk membentuk sebuah masyarakat yang lebih baik, yang didasarkan pada nilai-nilai keadilan, kesederhanaan, dan kemajuan. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini