Baiti Jannati
foto: shutterstock
UM Surabaya

*) Oleh: M. Rifqi Rosyidi, Lc, MAg,
Mudir Pondok Modern Muhammadiyah Paciran, Dewan Pakar Sahabat Misykat Indonesia

Secara teologis tidaklah salah apabila ada seorang muslim menjadikan surga sebagai tujuan akhir kehidupan akhiratnya.

Ini karena Allah dan rasul-Nya senantiasa menjanjikan surga dengan segala bentuk kenyamanan dan kesempurnaan pelayanannya sebagai imbalan yang sempurna bagi mereka yang mematuhi segala ketentuan-Nya selama di dunia.

Dapat dikatakan bahwa surga adalah simbol kehidupan yang mapan dan tempat yang sangat nyaman. Di mana setiap orang pasti mendambakan kondisi surgawi dalam hidupnya.

Dalam berumah tangga pun sering kita mendengarkan ungkapan baitī jannatī; rumahku adalah surgaku untuk menunjukkan kondisi rumah idaman yang nyaman senyaman-nyamannya, sejahtera sesejahtera-sejahteranya, bahagia sebahagia-bahagianya.

Banyak yang menghadirkan gambaran surgawi secara fisik ketika membangun lingkungan rumah dengan menciptakan halaman yang penuh taman bunga asri, di kelilingi pepohonan rindang menambah keteduhan, diciptakan nuansa syahdu melalui suara gemericik air mengalir sebagai bentuk visualisasi dari potongan ayat tajrī min tahtihā al-anhār. 

Tetapi gambaran fisik suasana surga tersebut sebenarnya bukanlah substansi surgawi yang dimaksud dalam semboyan baitī jannatī di atas. Karena keharmonisan dan kenyamanan rumah tangga yang hakiki bukan terletak pada keterpenuhan materi dan keterlimpahan harta.

Kenyamanan itu ada pada kebertautan hati yang saling menerima dan memahami.
Salah satu bentuk kenyamanan surga yang digambarkan Alquran adalah lingkungan sosial yang bersih di mana tidak terjadi gejolak sosial meskipun terdapat perbedaan derajat, fasilitas dan pelayanan di dalam surga.

Kondusivitas suasana surga ini sangat terjaga karena hati para penghuni surga sangat lapang dan tidak menyimpan sedikit pun rasa dendam, iri dan dengki terhadap sesama.

Gambaran lingkungan surga yang sangat sehat itu dinyatakan di surat al-Hijr ayat 47:

“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.”

Lebih lanjut di dalam surat al-A’raf ayat 43 dinyatakan bahwa sikap positif para penghuni surga itu adalah selalu mengembangkan rasa syukur dan sikap qanā’ah, yaitu sikap merasa puas dengan pembagian yang diterimanya tanpa memperbandingkan dengan apa yang diterima orang lain.

Mereka memahami bahwa perbedaan derajat di surga itu adalah kebijakan Allah dan sesuai dengan tingkat kekuatan amal perbuatan selama di dunia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini