Abdul Mu’ti Kiaskan Upaya Mitigasi Bencana dengan Kisah Nabi Yusuf dan Nabi Nuh
MDMC PP Muhammadiyah gelar pertemuan bersama mitra.
UM Surabaya

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti, MEd minta kisah Nabi Yusuf dan Nabi Nuh sebagai teladan dalam membangun strategi mitigasi bencana yang relevan dengan ancaman bencana di Indonesia saat ini.

Hal itu disampaikan Abdul Mu’ti di pertemuan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) PP Muhammadiyah bersama mitra dengan tema “Merajut Silaturahmi Menjalin Ukhuwah dalam Resiliensi Bencana Berkemajuan” pada Senin (1/4/2024) di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Menteng, Jakarta.

Dalam pertemuan tersebut, Abdul Mu’ti hadir berikan sambutan sekaligus pidato Iftitah kepada para undangan. Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa strategi menghadapi tantangan geologis dan iklim di Indonesia telah dijelaskan melalui kisah Nabi Yusuf dan Nabi Nuh.

“Islam memberikan pelajaran soal mitigasi bencana dalam kisah Nabi Nuh dan Nabi Yusuf. Ketika Nabi Yusuf ditanya mengenai makna mimpi tentang 7 ekor sapi gemuk dimakan oleh sapi kurus dan makanan pokok mengering sehingga tidak dapat dikonsumsi. Bagi saya ini pelajaran soal mitigasi bencana, kita harus menyediakan makanan yang cukup sebagai langkah antisipasi terhadap bencana yang akan terjadi,” ungkapnya.

Menurutnya harus ada sistem manajemen logistic (makanan) yang dipersiapkan sebagai pelajaran mitigasi bencana. Di sisi lain, melalui kisah Nabi Nuh tentang pembuatan kapal dapat menjadi hikmah tersendiri bahwa untuk menghadapi bencana banyak sekali aspek yang harus disiapkan.

“Nabi Nuh membuat kapal padahal saat itu tidak ada hujan dan badai, bahkan anaknya tidak mau ikut. Dan kenyataannya bencana terjadi, Nabi Nuh dan pengikutnya dapat selamat dari bencana tersebut. Ini adalah landasan penting bagi Islam dalam resiliensi bencana, selama ini saat terjadi bencana kita seringkali tergopoh-gopoh saat bencana terjadi karena ketidakmampuan mengantisipasi bencana” jelasnya lagi.

Abdul Mu’ti meyakini bahwa solusi menghadapi maraknya kejadian bencana di Indonesia dapat ditemukan dan dipelajari melalui ilmu pengetahuan. Namun, Abdul Mu’ti kembali mempertanyakan bagaimana kesiapan dan keseriusan masyarakat untuk menghadapi ancaman bencana melalui persiapan yang lebih matang.

“Dengan ilmu bisa jelaskan alasan terjadinya gempa dan dengan ilmu bisa mencegah dampak kerusakan yang buruk karena sudah mengantisipasinya dengan sebuah konstruksi dan kebijakan” jelasnya.

Dalam hal ini, Abdul Mu’ti menganggap pemenuhan infrastruktur yang memadai dan tahan terhadap bencana tidak hanya mampu mengurangi dampak kerusakan tetapi juga akan mengubah perspektif kita terhadap bencana.

“Resiliensi bisa dibangun dengan mitigasi dan persiapan sehingga kisah mengenai bencana bukan lagi mengenai perawatan terhadap fasilitas saat pasca terjadinya bencana yang reaktif dan sporadis. Orang harus tahu apa yang dilakukan serta infrastruktur yang memadai sehingga saat terjadi bencana bukan lagi peristiwa yang terlihat sangat merana,” tegasnya.

Bersama seluruh mitra MDMC yang hadir saat itu, Abdul Mu’ti sangat berharap bahwa mental resiliensi berkemajuan dapat dibangun baik melalui advokasi kebijakan sarana infrastruktur terstandarisasi aman bencana, edukasi publik dan penggalangan dana (ready to use) sehingga mampu mendorong terwujudnya collective movement sebagai wujud kerja kepada masyarakat kepada masyarakat.(*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini