Muhammadiyah Kekurangan Kader Ulama, Benarkah?
foto: ilham pratama/medcom.id
UM Surabaya

*) Oleh: Muhammad Utama Al Faruqi,
Penerjemah Bahasa Arab PP Muhammadiyah

Krisis kader ulama di Muhammadiyah menjadi isu yang selalu mudah viral di media sosial. Keluhan sebagian orang yang mengaku warga persyarikatan yang dituliskan di berbagai platform dengan mudah diakses dan tersebar sehingga menjadi isu umum.

Isu kekurangan kader ulama ini kemudian disimpulkan bahwa kader muda Muhammadiyah harus mampu menguasai kitab-kitab turas berbahasa Arab, bahkan sebagian secara implisit diarahkan pada afiliasi ideologi tertentu.

Tidak hanya itu, Muhammadiyah dianggap “berdosa” karena seolah tidak peduli sama sekali pada isu ini. Banyaknya guru besar dan pakar dianggap tidak mampu menjawab krisis kader ulama ini.

Isu ini sudah berkembang selama bertahun-tahun, diangkat di berbagai platform media sosial dan diviralkan pada beberapa momentum tertentu, dampaknya banyak lembaga pendidikan Muhammadiyah yang dibentuk dan didirikan sebagai respons atas isu ini.

Sehingga muncul berbagai varian lembaga pendidikan yang diklaim sebagai solusi atas masalah ini. Mulai dari yang secara eksplisit membawa identitas persyarikatan, hingga yang didirikan oleh tokoh atau pengurus Muhammadiyah lokal, tanpa membawa identitas persyarikatan, untuk meminimalisir intervensi pada program yang dijalankan di lembaga tersebut.

Varian ini akan terus berkembang seiring banyaknya warga persyarikatan yang berniat menjawab isu tersebut dengan beragam kecenderungannya, ada yang tradisional, konservatif, modern, dan semisalnya.

Ditambah lagi, ada tuntutan bahwa kader Muhammadiyah tidak boleh dibatasi dalam belajar Islam, terkhusus berinteraksi dengan berbagai ideologi Islam, bahkan yang transnasional sekalipun.

Pembatasan kader dalam belajar Islam dianggap sebagai kesalahan fatal Muhammadiyah yang berakibat pada kurangnya kader ulama.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini