Alquran mengabarkan bahwa kokohnya peradaban karena mengikuti petunjuk Islam, sementara goyahnya peradaban karena melawan Islam. Artinya, siklus peradaban bergantung dalam merespons petunjuk Allah.
Ketika pro aktif akan mengokohkan, dan sebaliknya ketika kontra maka akan goyah dan runtuh.
Meragukan Petunjuk
Ketika petunjuk datang dibawa Nabi Muhammad kepada masyarakat Quraisy, sebagian besar penduduk meragukan. Bahkan mereka khawatir eksistensinya akan punah.
Hal ini karena pemuka Quraisy sangat kuat dalam mencengkeram ekonomi, politik, dan budaya Arab.
Kekhawatiran ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :
وَقَا لُوْۤا اِنْ نَّـتَّبِعِ الْهُدٰى مَعَكَ نُـتَخَطَّفْ مِنْ اَرْضِنَا ۗ اَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَّهُمْ حَرَمًا اٰمِنًا يُّجْبٰۤى اِلَيْهِ ثَمَرٰتُ كُلِّ شَيْءٍ رِّزْقًا مِّنْ لَّدُنَّا وَلٰـكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ
“Dan mereka berkata, “Jika kami mengikuti petunjuk bersama engkau, niscaya kami akan diusir dari negeri kami.” (Allah berfirman) Bukankah Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam tanah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) sebagai rezeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al-Qasas: 57)
Allah pun memberikan penguatan bahwa kokohnya sendi-sendi kehidupan bergantung kepada-Nya. Dan Allah lah yang mengokohkan sendi kehidupan itu. Namun dengan syarat mengikuti petunjuk-Nya.
Allah pun menunjukkan generasi-generasi sebelumnya yang begitu kokoh dan tak tertandingi ketika mengikuti petunjuk.
Juga ada generasi saleh berganti dibinasakan karena melawan petunjuk-Nya. Allah mengabadikan itu sebagaimana firman-Nya :
اَلَمْ يَرَوْا كَمْ اَهْلَـكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِّنْ قَرْنٍ مَّكَّنّٰهُمْ فِى الْاَ رْضِ مَا لَمْ نُمَكِّنْ لَّـكُمْ وَاَ رْسَلْنَا السَّمَآءَ عَلَيْهِمْ مِّدْرَا رًا ۖ وَّجَعَلْنَا الْاَ نْهٰرَ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهِمْ فَاَ هْلَكْنٰهُمْ بِذُنُوْبِهِمْ وَاَ نْشَأْنَا مِنْۢ بَعْدِهِمْ قَرْنًا اٰخَرِيْنَ
“Tidakkah mereka memperhatikan berapa banyak generasi sebelum mereka yang telah Kami binasakan, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukannya di bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu. Kami curahkan hujan yang lebat untuk mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa-dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan generasi yang lain setelah generasi mereka.” (QS. Al-An’am: 6)
Orang-orang yang lemah imannya meragukan ajakan Nabi Muhammad dan pesimistis dengan petunjuk Islam sehingga mereka ketakutan memeluk Islam dan memegang teguh petunjuk.
Memang terjadi bahwa mereka diuji dengan cemoohan, pengusiran hingga ancaman pembunuhan, sebagaimana yang dialami Sumaiyyah dan Yasir (orang tua Ammar bin Yasir) yang dibunuh karena mengikuti petunjuk.
Bilal bin Rabah juga mengalami penyiksaan yang dilakukan majikannya. Namun mereka kokoh dan kuat menghadapi ujian.
Maka generasi berikutnya merasakan buah pengorbanan mereka. Islam di era sahabat sangat kokoh hingga bisa menaklukkan Romawi dan Persia hingga bertekuk lutut di hadapan mereka.
Siklus Kehancuran
Allah mengabadikan hancurkan kaum yang sangat kuat, kokoh dengan sumber alam yang melimpah. Namun mereka biasa karena penyimpangan mereka secara terang-terangan.
Kaum Ad (Nabi Huda) dan Tsamud (Nabi Shalih) memiliki fisik yang kuat dan bumi yang subur dengan curah hujan yang stabil sehingga bumi mereka tumbuh buah-buahan dan tanaman yang mencukupi kehidupan mereka.
Namun para elite dan penduduknya hidup bersinergi dalam kemewahan dan penyimpangan. Mereka lalai dan terjerembab dalam kemaksiatan kolektif. Maka Allah binasakan mereka tanpa bekas.
Untuk membinasakan suatu kaum bagi Allah sangat mudah. Allah menguatkan dan membiarkan di antara kelompok masyarakat saling bersaing dan menindas.
Mereka saling menghilangkan eksistensi kelompok lainnya. Sehingga mereka saling ancam, teror dan terjadi pembunuhan di antara mereka. Maka musnahlah komunitas itu semusnah-musnahnya.
Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :
قُلْ هُوَ الْقَا دِرُ عَلٰۤى اَنْ يَّبْعَثَ7 عَلَيْكُمْ عَذَا بًا مِّنْ فَوْقِكُمْ اَوْ مِنْ تَحْتِ اَرْجُلِكُمْ اَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَـعًا وَّيُذِيْقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ ۗ اُنْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْاٰ يٰتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُوْنَ
“Katakanlah (Muhammad), “Dialah yang berkuasa mengirimkan azab kepadamu, dari atas atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain.” Perhatikanlah, bagaimana Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kekuasaan Kami) agar mereka memahami(nya).” (QS. Al-An’am : 65)
Indonesia bisa jadi mengarah kepada kehancuran, ketika di antara elite saling mengokohkan diri dan menguasai sumber daya alam. Masyarakatnya tertindas dalam penderitaan.
Elite sibuk dengan kekuasaan dan eksploitasi untuk menumpuk harta, sementara rakyatnya diimpit dengan kekurangan ekonomi dan tekanan sosial yang berat.
Elite tidak ada belas kasihan pada rakyatnya, dan rakyat merasa dikhianati elite yang dahulunya mereka dukung dan perjuangkan.
Situasi ini jika dibiarkan bisa jadi akan mengalami konflik yang mengarah kepada kehancuran kolektif sebagaimana yang dialami generasi sebelumnya. (*)
*) Dr. Slamet Muliono Redjosari, Wakil Ketua Majelis Tabligh Muhamadiyah Jawa Timur