Timnas Indonesia U-23 harus menelan kekalahan 1-2 dari Irak untuk memperebutkan posisi tiga besar guna melaju ke Olimpiade 2024.
Meski kalah, Indonesia masih punya peluang terakhir kesempatan lolos ke Paris lewat pertandingan Playoff lawan Wakil Afrika Guinea pada 9 Mei mendatang.
“Semoga menang, sehingga kekecewaan beruntun di Qatar ini dapat terobati,” harap Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir di Yogyakarta, Jumat (3/5/2024)
Haedar mengatakan, meskipun kontra Guinea misalkan kalah, jangan terlalu kecewa. Itulah perjuangan sepakbola sebagaimana berjuang dalam dinamika hidup lainnya.
“Hal yang pasti, Rizky Ridho dan kawan-kawan telah bermain hebat hingga kalah tipis lawan Irak di extra-time. Luar biasa. Kita bangga menontonnya,” ucap Haedar.
Menang dan kalah adalah bagian dari kontestasi. Politik pun demikian. Jangan larut meratapi kekalahan, sebaliknya jangan jemawa kala menang.
“Sikapi semua dengan tengahan, disertai semangat berjuang memperbaiki diri secara optimal disertai ikhtiar plus tawakal,” imbuh Haedar.
Haedar juga mengatakan untuk coba belajar pada kekalahan negara-negara paling jago dalam sepakbola di kejuaraan dunia.
Belanda yang bertaburan bintang kala itu seperti Johan Cruyff, Johan Neeskens, Van Basten, Ruud Gullit, Frank Rijkaard sampai dua kali gagal di final Piala Dunia di Jerman tahun 1974 serta di Meksiko tahun 1978.
“Itali sang juara dunia empat kali bahkan tragis. Tim Azuri bertabur bintang itu pernah gagal tiga kali melaju ke Piala Dinia. Pada Piala Dunia 2018 di Rusia, Italia gagal lolos setelah kalah oleh Swedia.
Tahun 2022 bahkan gagal mengenaskan setelah dikalahkan negara kecil Makedonia Utara 1-0 di semi-final play-off Path C zona Eropa. Jauh sebelumnya, tahun 1958 ketika Brasil juara dunia di Swedia, Itali juga gagal lolos dikalahkan Irlandia Utara kala itu,” papar Haedar.
Hebatnya Brasil sang juara dunia lima kali? Kini Brasil berada di ujung tanduk, terancam nasibnya melaju ke Piala Dunia 2026.
Posisi sementara negeri Samba itu di urutan ketujuh kualifikasi zona CONMEBOL. Memang masih ada pertandingan lain, kansnya masih terbuka.
“Tapi, kesebelasan terhebat di dunia itu justru nasibnya tertatih-tatih. Padahal rival abadinya Argentina nyaman kedinginan di puncak klasemen,” ungkap Haedar.
Itulah dunia sepakbola. Sebagaimana ruang kehidupan pada umumnya, penuh warna dan dinamika.
“Kalah dan menang biasa, sikapi dengan kesungguhan tapi wajar dan tengahan. Tidak usah berlebihan. Tetaplah berjuang gigih. Jangan patah arang dan harapan. Ayo Garuda Muda, masih ada asa di Paris!,” ujar Haedar. (wh)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News