*) Oleh: Dr. Sholihul Huda
Kasus tudingan kafir terhadap Ustaz Adi Hidayat, Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, oleh kelompok Salafi terkait masalah musik menjadi polemik di tengah masyarakat. Sikap tersebut tentu sangat disayangkan dan seharusnya tidak perlu dilakukan.
Persoalan musik adalah persoalan ibadah muamalah sosial. Pada prinsipnya, selama perbuatan tersebut tidak menjurus dan mengandung kemaksiatan, maka dibolehkan. Sehingga ukurannya bukan halal dan haram, tapi maslahah apa madarat bagi manusia.
Selain itu, seharusnya perbedaan pemahaman terhadap persoalan ajaran agama (baca; Islam) disikapi secara lumrah dan dewasa. Bukan dengan kebencian dan fanatisme golongan yang membabi buta dengan mengkafirkan, memurtadkan orang lain atau kelompok lain yang berbeda, dengan menganggap pemahamannya paling benar.
Maka, pola pemahaman beragama yang fanatis ini yang sangat berbahaya bagi kehidupan beragam yang majemuk dan mencerminkan lemahnya keilmuan. Padahal beragama itu harusnya dilakukan “sak kuatmu, tapi ojo sak karepmu”. Artinya, beragama itu kerjakan semaksimal mungkin, tetapi jangan dilakukan dengan seenaknya sendiri tetapi harus dengan ilmu.
Dari sini tampak pola keagamaan Salafi yang cenderung fanatis, kaku, dan eksklusif. Maka tulisan ini akan mengkaji terkait masifnya proses penyebaran dan pengaruh gerakan Salafi atau proses salafisasi di Indonesia dan bagaimana posisi Muhammadiyah?
Di mana, penyebaran dan pengaruhnya sudah masuk ke semua organisasi sosial keagamaan arus utama di Indonesia, seperti NU-Muhammadiyah. Dan kelompok Salafi berdampak buruk, meminjam istilah Prof. Syafiq A. Mughni, adalah benalu bagi konsolidasi organisasi Muhammadiyah.
NU-Muhammadiyah adalah organisasi sosial keagamaan terbesar baik dari jumlah jamaahnya, jaringan gerakan, dan aset usahanya di Indonesia. Karakter kedua organisasi ini (NU-Muhammadiyah) oleh banyak sarjana baik dalam maupun luar negeri dianggap sebagai organisasi sosial keagamaan yang paling dekat mewakili corak, karakter, dan tradisi Islam Indonesia yang moderat.
Sementara gerakan Salafi, lebih dekat dan cenderung mewakili corak tradisi sosial keagamaan Timur Tengah.
Berangkat dari wacana tersebut, muncul sebuah pertanyaan, bagaimana posisi dan sikap organisasi sosial keagamaan Muhammadiyah di tengah gempuran gerakan salafisasi global yang gencar terjadi di lapangan?
Fenomena proses gerakan salafisasi global terasa betul masuk ke tubuh jamaah Muhammadiyah. Hal itu terpotret dari kegelisahan para pemimpin, maraknya kajian, dan banyaknya karya pemikiran para aktivis Muhammadiyah terhadap fenomena tersebut.