*) Oleh: Dr. Nurbani Yusuf
Dunia tak ada yang berubah meski musik diharamkan:
Pagi, selepas subuh, dalam perjalanan menikmati irama khas Syaikh as Sudays dan al Ghamidi mendendangkan surat-surat kegemaran. Dilanjut Maher Zain dan Habib Syekh berselawat merdu mendayu, diiringi rebana dan tari zapin sungguh menggoda.
Sebentar kemudian tembang Jula Juli, Ilir Ilir dan Asmorondono karya agung Kanjeng Sunan Kalijoqo wali Jawa ashhllii.
Kemudian mampir sarapan pecel legendaris Mbok Panen diiringi mas Oma Irama dan Mbak Elvi Sukaesih mendendangkan lagu Begadang.
Tak perlu khawatir di-tahdzir kafir, kita bersyahadat lagi.
Muhammadiyah menganggap Salafi adalah saudara bagian dari keluarga karena beberapa persamaan.
Sebaliknya Salafi tidak demikian. Bahkan Salafi pergi dan tidak mau mendengar nasihat dari ulama Muhammadiyah.
***
Pernyataan Ketua Majelis Tablig PP Muhammadiyah Ustaz Fathurrahamam Kamal Lc. MSi sudah sangat jelas:
“ …Terbaca di dunia maya, dari narasi dan ungkapan verbal yang bernada stigmatisasi semacam: “penebar syubhat”, “pembela bid’ah”, “ghuluw”, “Qadariyah”, dan seterusnya. Terakhir, ada yang gegabah menyatakan pengkafiran (takfīr), ini lebih bodoh lagi.
Serampangan mengkafirkan kaum muslim dalam persoalan khilafiyah/ijtihādiyah merupakan perbuatan durjana dan kriminal akidah yang sangat serius dalam penjelasan Nabi ‘alaihissalam. Tentu tanpa menafikan sebagian kecil yang bernuansa ilmiah dan konstruktif”.