Mengambil Pelajaran Dari Kisah Fir’aun Dan Para Pengikutnya
Ust. Nanang Eko Nurcahyanto, SPd.
UM Surabaya

*)Oleh: Ust. Nanang Eko Nurcahyanto, SPd
Dewan Majelis Tabligh Kota Trenggalek

Setiap manusia pasti ada masa berjayanya dan ada pula masa kesudahannya, karena “Kullu man ‘alaihi faan”. Semua yang ada atas muka bumi ini pasti binasa. “Wa yabqo dzzul jalali wal ikrom”. Dan yang abadi hanyalah Allah SWT.

Yang kaya mati, yang miskin mati, raja-raja mati, rakyat jelata juga mati. Artinya, kematian adalah kepercayaan, keniscayaan dan kepastian. Ada yang menutup akhir hidupnya dengan kebaikan lalu diliputi oleh kenikmatan dari Allah SWT dan ada juga yang Allah tutup akhir hidupnya dengan azab dan penghinaan.

Maka saudaraku yang dimuliakan Allah SWT,

Fa alhamaha fujuroha wa taqwaha,” Allah berikan kepada kita ilmu untuk bisa memilah dan memilih antara mana jalan yang baik dan mana yang buruk.

Sebenarnya yang baik kita tahu dan yang buruk pun kita tahu. Maka diantara orang yang cerdas akan mengambil jalan kebaikan sedangkan diantara orang yang bodoh dan diperbudak oleh nafsunya mereka akan mengambil jalan keburukan.

Maka dari itu, kita akan belajar tentang manusia yang mungkin dia mengira bahwa kehidupannya di dunia akan kekal abadi. Kita akan belajar tentang manusia yang kisahnya diabadikan dalam Al-Qur’an yang mungkin saat itu dia merasa bahwa dia adalah manusia yang paling berkuasa saat itu. Namun ternyata begitu sangat mudah bagi Allah SWT untuk menghancurkan seseorang.

Tidak peduli apakah dia seorang penguasa, raja, atau orang yang berharta. Kita pernah mendengar kisah tentang Qarun ( Si kaya yang berharta namun kemudian sombong luar biasa, kufur dengan nikmat Allah SWT ). Maka hari ini kita akan berbicara tentang manusia yang berkuasa, yang tidak pernah merasa kekeurangan di dalam hidupnya hingga muncul rasa sombongnya lalu mengatakan, ”Qola Ana Rabbukul A’la “. Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.

“Na’udzubillahi min dzalik, Fir’aun Laknatullahu alaih”.

Ibnu Katsir memulai tentang kisah kehancuran Fir’aun di dalam kitabnya yang berjudul :  Qishoshul Anbiya’. Beliau berkata,” Memulai bab dengan kisah dihancurkannya Fir’aun”.

Maka ketika pembangkangan demi pembangkangan terhadap perintah Allah yakni melalui dakwah Nabi Musa dan adiknya Harun. Maka kesombongan Fir’an dan bala tentaranya, keangkuhan mereka, dimana mereka sangat mudah sekali menumpahkan darah, membunuh laki-laki, mempermalukan wanita dan bahkan memperolok-olok Tuhannya. Maka sampai saat itu kemudian Nabi Musa mengangkat tangannya, untuk apa ? Berdoa.

Jadi kalau sudah Nabiyullah mengangkat tangannya untuk berdoa, maka hati-hati. Kenapa ? Ini mengerikan. Karena “ Likulli nabiyyin dakwatun mustajabatun”. Setiap Nabi itu memiliki satu do’a yang mustajab, dimana satu doa itu kalau dipakai maka Allah akan langsung mengabulkannya.

Rasulullah SAW pun sama jamaah sekalian. Beliau punya satu do’a yang mustajab yang mana begitu banyak cobaan dalam hidup beliau, begitu banyak kedzoliman yang dilakukan oleh orang-orang kafir Qurays terhadap beliau. Akan tetapi Nabi Muhammad SAW tidak pernah berdoa menggunakan satu doa mustajabnya. Kenapa ? Karena begitu sayangnya beliau kepada kita “

لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ يَدْعُو بِهَا، وَأُرِيدُ- وفي رواية: إن شاء الله -أَنْ أَخْتَبِئَ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي فِي الآخِرَةِ

Setiap nabi mempunyai doa yang telah dikabulkan, sedang aku ingin menyimpan doaku sebagai syafaat untuk ummatku nanti di hari Kiamat.

Saudaraku sekalian…

Coba bayangkan, kalau seandainya saya atau panjenengan dikasih dalam hidup ini satu kesempatan doa yang pasti langsung mustajab, kira-kira doa itu sudah dipakai atau belum ? atau nunggu nanti ketika Kiamat ? Kok rasa-rasanya sudah langsung dipakai sejak dulu-dulu. Hehe

Maka begitu pun juga dengan Nabi-Nabi selain Nabi Muhammad, salah satunya adalah Nabi Musa yang mana beliau mengangkat tangan dan berdoa kepada Allah SWT. Sedangkan Nabi Harun AS meng-Aamiini di sebelahnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini