Berjiwa Besar
Masro'in Assafani. foto: fauzan/majelistabligh.id
UM Surabaya

*) Oleh: Masro’in Assafani, MA,
Wakil Ketua PDM Lamongan

Berjiwa besar berarti menggunakan pikiran dan jiwa kita secara baik untuk menghadapi persoalan hidup sehingga kita bisa menjalani hidup ini dengan hati lapang dan melalui tantangan dan rintangan dengan sukses dan bahagia.

Berpikir dan berjiwa besar bisa bermakna bagaimana kita bisa menciptakan dan menerima kondisi dengan lapang dada, apa pun yang terjadi.

Berjiwa besar adalah lain halnya dengan membusungkan dada, sombong, takabur.

Menghadapi persoalan dengan bersahaja dan menyandarkan diri kepada kekuasaan Allah SWT, dzat yang maha menolong, memberkahi merahmati makhluknya.

Di sini kita mengambil pelajaran nabi dan rasul sebagai manusia pilihan Allah langsung, mereka semua memiliki jiwa besar, di antaranya:

Nabi Yusuf AS., Allah menganugerahkan kepadanya wajah Cakap Nan Cantik. Ketika Nabi Yusuf di dalam posisi tinggi di dalam negeri yaitu Kerajaan Mesir maka jiwa besarnya sangat mengagumkan.

Adalah pada suatu saat menjawab perlakuan dari kedengkian saudaranya sebagaimana wahyu Allah SWT ;

Allah SWT berfirman:

قَالَ لَا تَثْرِيْبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ ۗ يَغْفِرُ اللّٰهُ لَـكُمْ ۖ وَهُوَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَ

“Dia (Yusuf) berkata, Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni kamu. Dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS. Yusuf 12: Ayat 92)

Di saat kekuasaan, kekayaan, dapat dikata seluruh perbendaharaan Mesir di tangannya, bahkan kemudian saudara-saudaranya yang membuang dirinya ke dalam sumur, hingga Yusuf menjadi seorang yang menjadi bahan dagangan yang dijual dulunya, seketika saudara-saudaranya membutuhkan bekal hidup di situasi krisis panjang, menekuk lutut di hadapannya.

Nabi Yusuf membentangkan tangannya, melapangkan dadanya memberi santunan penuh rasa kasih serta tulus hati, membuka pintu maaf seluas-luasnya kepada saudara-saudaranya yang dulu sangat mendengki dan menzaliminya.

Tampaklah Pribadi tinggi yang di perankan juga jiwa besarnya tersebut pada ayat ; “Dia (Yusuf) berkata, “Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni kamu. Dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.”

“Subhaanallah.”

Itulah jiwa besar yang luar biasa yang semoga kita mampu meneladaninya.

Padahal Nabi Yusuf dalam posisi tersebut sangatlah mudah membalas perlakuan jahat saudara-saudaranya. akan tetapi dengan jiwa besarnya perlakuan zalim saudara-saudaranya ditutup dibuang jauh dan tetap digantinya dengan memaafkan.

Yusuf adalah Nabi pilihan Allah sampai di sebut dengan kisah yang sangat baik dalam al-quran, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ اَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَاۤ اَوْحَيْنَاۤ اِلَيْكَ هٰذَا الْقُرْاٰ نَ ۖ وَاِ نْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الْغٰفِلِيْنَ

“Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya engkau sebelum itu termasuk orang yang tidak mengetahui.” (QS. Yusuf 12: Ayat 3)

Di atas kita menjadikan kisah Yusuf, lain pula kita ambil juga semisal Hamka, yang ditulis oleh Irfan Hamka, putra beliau dalam buku yang berjudul Ayah. Dari buku tersebut ditulisnya kisah ayahnya yang sangat luar biasa. Di rezim Soekarno, Hamka di tuduh sebagai seorang subversif dan dijebloskan dalam penjara kurang lebih 17 bulan lamanya tanpa pengadilan.

Setelah keluar dan ketika Soekarno meninggal dengan wasiat sang proklamator tersebut, bahwa bila kelak dia meninggal agar di jenazahnya di salatkan oleh Hamka.

Maka serta merta saat Soekarno meninggal dan utusan datang kepada Hamka, Hamka pun dengan melelehkan air matanya siap hadir bahkan memimpin salat jenazah Bapak Proklamator dan Presiden pertama NKRI ini.

Jiwa-jiwa besar di miliki oleh orang-orang besar.

Beda zaman beda pula halnya fenomena yang kadang tampak di depan kita. Ada seseorang setelah menempati posisi tinggi tidaklah jarang seseorang mampu mengendalikan diri sehingga semakin memiliki jati diri sebagai manusia yang mengabdi kepada Allah yang Maha Suci, namun kadang semakin lupa diri. posisi yang bergengsi sering digunakan memperkaya diri, menekan, melibas, menghambat sesama kawan apalagi lawan.

Semoga Allah membimbing kita dalam kelompok orang-orang yang saleh.

Namun tidaklah halnya dengan manusia yg berjiwa besar, manusia yang berjiwa besar dikala naik posisi atau derajat, mereka akan menengok diri bahwa dirinya menempati posisi tinggi adalah suatu anugerah titipan Tuhan. Posisi ini dimanfaatkan sebagai sarana berbakti dan berbagi.

Kekuasaan guna mengayomi, kekayaan untuk memberi, kecakapan disukuri.

Jiwa besar itu di antaranya adalah ;
1. Berjiwa robbani
2. Lapang dada walau di caci
3. Memaafkan walau disakiti
4. Tetap berjuang walau tanpa dipuji
5. Tidak mudah putus asa dan kecil hati.
6. Tidak menyombongkan diri
7. Rendah hati suka berbagi.

Untuk kita semua semoga Allah Yang Maha Tinggi Maha Mengampuni, mengampuni dan merahmati. Aamiin. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini