*) Oleh: Dr. Ajang Kusmana
Dikisahkan ada seorang wanita kaya yang dikenal pemurah, Ummu Ja’far namanya. Kedermawanan Ummu Ja’far masyhur di kalangan masyarakat, bahkan dua pengemis buta pun mengetahui hal itu.
Setiap hari, dua pengemis buta menunggu Ummu Ja’far di pinggir jalan yang biasa dilaluinya. Ketika ‘bekerja’, kedua pengemis buta ini punya harapan dan permintaan yang berbeda dengan ucapan doa yang juga berbeda.
“Ya Allah, anugerahkan rezeki kepadaku dari kemakmuran-Mu,” ucap pengemis buta pertama.
“Ya Allah, anugerahkanlah rezeki kepadaku dari kemakmuran Ummu Ja’far,” ucap pengemis buta kedua.
Demikian doa yang diucapkan keduanya, sebagaimana diungkap As-Samarqandi dalam kitab Nailul Hatsits fi Hikayatil Hadits (Beirut: Darul Kutub al-Alamiyah, 2001 hal. 62).
Mengetahui hal itu, Ummu Ja’far segera memberikan sedekahnya kepada kedua pengemis tersebut dengan nilai yang berbeda.
Kepada pengemis pertama yang mengharap rezeki dari Allah, Ummu Ja’far memberinya uang 2 dinar.
Selanjutnya, untuk pengemis kedua yang mengharap rezeki dari Ummu Ja’far, diberikan 2 adonan roti dan ayam bakar yang di dalamnya telah diselipkan uang 10 dinar.
Merasa tidak dapat uang, pengemis kedua ini menawarkan pada pengemis pertama agar roti dan ayam bakarnya ditukar atau dibeli dengan uang 2 dinar yang baru didapat dari Ummu Ja’far.
“Berikanlah uang itu kepadaku lalu ambillah roti dan ayam bakar ini untuk anak-anakmu,” ujar pengemis kedua.
Kedua pengemis ini tidak tahu bahwa di dalam ayam panggang pemberian Ummu Ja’far itu terselip uang 10 dinar.