*) Oleh: Ferry Is Mirza DM
Setan sebagai musuh yang nyata bagi manusia, tidak pernah kehabisan cara untuk menjerumuskan manusia dalam keburukan.
Tipu dayanya membuat sesuatu yang sejatinya salah, seolah terlihat menjadi benar. Di antara tipu daya tersebut ialah dengan membuat manusia merasa dirinya suci dan merasa aman dari dosa.
Allah ta’ala berfirman:
“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Diaah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An Najm:32)
Mengenai ayat ini, Syaikh Abdurrahman As-Si’di menerangkan bahwa terlarangnya orang-orang beriman untuk mengabarkan kepada orang-orang akan dirinya yang merasa suci dengan bentuk suka memuji-memuji dirinya sendiri. (Tafsir Karimir Rahman)
Kebiasaan merasa diri suci merupakan perbuatan Yahudi dan Nasrani yang jelas-jelas dicela oleh Allah Ta’ala,
“Dan mereka berkata, ‘kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka kecuali selama beberapa hari saja.” (QS. Al Baqarah: 80)
Bahkan, saking merasa sucinya, mereka merasa bahwa hanya merekalah yang paling layak masuk surga.
“Dan mereka berkata,’Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang Yahudi dan Nasrani” (QS. Al Baqarah: 111)
Sehingga Allah Ta’ala mencela kebiasaan mereka ini:
“Apakah kami tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih. Sebenarnya Allah menyucikan siapa yang dikehendakiNya dan mereka tidak dianiaya sedikit pun.” (QS. An-Nisa: 49)
Rasulullah shalallahu alahi wasallam pernah bersabda: “Janganlah kalian merasa diri kalian suci, Allah lebih tahu akan orang-orang yang berbuat baik di antara kalian.” (HR. Muslim)
Rasulullah dan para Salaf pun tidak menganggap diri suci. Adakah keraguan pada diri kita, bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam adalah manusia yang paling sempurna keimanannya? Sekali-kali tidak.
Kita amat meyakini kesempurnaan iman beliau. Akan tetapi, kesempurnaan iman beliau tidak membuat beliau merasa dirinya suci dan bosan dalam beribadah.
Meski telah dijamin surga, akan tetapi beliau tetap salat malam hingga bengkak kakinya. Lalu bagaimana dengan kita..? Masih layakkah menganggap diri kita suci?
Belum sampaikah ke telinga kita, cerita tentang Hasan al Bashri rahimahullah yang tiba-tiba bangun dari tidur malam dan menangis sejadi-jadinya. Setelah ditanya apa sebab ia menangis, ia menjawab, “Aku menangis karena tiba-tiba aku teringat akan satu dosa.”
(Al-Buka’ min Khasyatillah, Asbabuhu wa Mawani’uhu wa Thuruq Tahshilih)
Masya Allah, seorang Hasan al Bashri rahimahullah yang begitu banyak ilmu dan amalnya, ternyata tidak membuat beliau merasa dirinya suci. Justru beliau menangis karena teringat akan satu dosa.
Begitulah sejatinya seorang mukmin, menganggap kerdil dirinya karena dosa-dosanya, sebagaimana Hasan al Bashri rahimahullah yang menangis karena teringat akan satu dosa.
Lalu, bagaimana dengan kita, yang dosanya tidak dapat lagi dihitung dengan jari tangan dan jari kaki? Masih layakkah menganggap diri kita suci?
Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Barangsiapa diberikan musibah berupa sikap berbangga diri, maka pikirkanlah aib dirinya sendiri. Jika semua aibnya tidak terlihat sehingga ia menyangka tidak memiliki aib sama sekali dan merasa suci, maka ketahuilah sesungguhnya musibah dirinya tersebut akan menimpa dirinya selamanya. Sesungguhnya ia adalah orang yang paling lemah, paling lengkap kekurangannya dan paling besar kecacatannya.”
Semoga Allah Ta’ala menghindarkan kita dari sikap merasa suci dan memudahkan kita dalam menggapai surga-Nya. Aamiin.
Insya Allah bermanfaat. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News