Nasionalisme Muhammadiyah dan Kemerdekaan
UM Surabaya

*) Oleh: Fokky Fuad Wasitaatmadja,
Universitas Al Azhar Indonesia

Muhamamadiyah didirikan sebagai salah satu organisasi yang berupaya mencerdaskan bangsa dari keterpurukan akibat penjajahan. K,H, Achmad Dachlan mencoba melihat beratnya penderitaan yang dialami oleh rakyat pribumi sebagai bangsa terjajah.

Tingginya buta huruf, kemiskinan, kebodohan dan beragam problematika manusia Nusantara yang sangat tertindas lagi tertinggal patut dibongkar melalui usaha pendidikan dan pertolongan.

K.H. Achmad Dachlan melihat bahwa salah satu metode beragama moderen adalah aktif lagi progresif terhadap penderitaan umat manusia. Beragama yang memberikan dampak positif terhadap kebangkitan nilai-nilai kemanusiaan. Ia menyitir Al-Qur’an surah al-Maun yang mengkritik perilaku manusia beragama tetapi lupa terhadap penderitaan sesamanya, wayam naunal maun (QS.107:7).

Bagi seorang Achmad Dachlan ayat ini bukan hanya dihafal, melainkan harus dijadikan sebagai pedoman tingkah laku praksis. Menjadi manusia haruslah membawa manfaat pada sekitar yang peduli terhadap penderitaan sesamanya.

Teologi Al-Maun menurut Haedar Nashir diwujudkan dengan mendirikan rumah sakit yang kala itu disebut balai pertolongan hingga lembaga pendidikan yang mencerdaskan umat. Gerakan mencerdaskan umat ini menjadikan Organisasi Muhamamadiyah sebagai sebuah organisasi modern yang berupaya secara praksis tampil memberikan bantuan kemanusiaan bagi manusia yang menderita (muhammadiyah.or.id, 2021).

Muhammadiyah tidak saja telah memberikan bantuan terhadap kebutuhan praksis, tetapi jauh dari itu adalah kesadaran akan eksistensi manusia sebagai bangsa terjajah yang harus merdeka.

Kesadaran akan arti penting kemerdekaan ini terbukti dengan adanya kerja sama yang efektif antara Muhammadiyah dengan Organisasi Boedi Oetomo, dimana Boedi Oetomo sendiri sempat melaksanakan kongresnya di kediaman KH Achmad Dachlan dan mendorong agar Muhammadiyah segera membuka banyak cabang tidak saja di Jawa melainkan juga di penjuru Nusantara (muhammadiyah.or.id, Agustus, 2024).

Amanah Jihad Muhammadiyah 

Lahirnya Muhamamdiyah melalui pendidikan dan kepanduan yang dijalankan selama ini secara langsung telah menyadarkan akan arti penting jiwa nasionalisme guna meraih kemerdekaan yang sekaligus dipertahankan.

Bibit-bibit nasionalisme tumbuh subur dalam Rahim Muhammadiyah. Keberhasilannya membangun kesadaran nasional melalui pendidikan yang diajarkan pada sekolah-sekolah Muhammadiyah telah mampu melahirkan banyak tokoh pergerakan basional, mulai dari Jenderal Soedirman, Buya Hamka hingga Soekarno, dan lainnya yang menggelorakan jiwa nasionalisme dan perlawanan terhadap penjajahan guna meraih kemerdekaan.

Jenderal Soedirman yang terpilih sebagai Panglima Besar TKR merupakan kader Muhamamdiyah. Beliau adalah anggota aktif Muhammadiyah melalui organisasi kepanduan Hizbul Wathan (Patvinder Moehammadijah).

Salah satu kalimat beliau sebagai aktivis Hizbul Wathan Muhammadiyah: “sungguh berat menjadi kader Muhammadiyah, ragu dan bimbang lebih baik pulang”. Soekarno sebagai salah seorang kader Muhamamdiyah juga menyatakan ketertarikannya dengan pemikiran K.H. Achmad Dachlan yang menjalankan pemikiran Islam yang progresif, sehingga beliau menjadi anggota sekaligus guru di sekolah Muhamamdiyah (muhamamdiyah.or.id, 2021).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini