Hidup Tanpa Aturan Profetik
UM Surabaya

*)Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari

Menolak kebenaran bukan hanya merusak individu tetapi merusak kehidupan kolektif. Hal ini ada narasi sejarahnya, ketika dakwah kebenaran yang diperjuangkan Nabi Muhammad dengan menyodorkan aturan dengan merujuk pada Al-Qur’an. Alih-alih menerima, orang kafir Quraisy justru menolak dan meminta untuk menggantinya dengan aturan yang lain. Penolakan aturan yang merujuk pada Al-Qur’an pun diancam balik oleh Allah dengan tidak menurunkan nilai-nilai agung.

Kita pun tidak bisa membayangkan ketika masyarakat hidup tanpa aturan yang membawa keagungan, dengan memilih aturan yang merujuk pada keinginan sesaat. Hal ini juga bisa diilustrasikan ketika masyarakat Indonesia yang menjalankan negara dengan menabrak konstitusi, sehingga terjadi gejolak dan konflik di tengah masyarakat.

Menolak Kebenaran

Al-Qur’an mengilustrasikan bahwa orang-orang kafir tidak percaya adanya akhirat. Mereka menolak kehidupan sesudah kematian, sehingga ketika datang berita dari langit, serta merta menolaknya. Mereka menolak aturan yang merujuk pada Al-Qur’an dan ingin membuangnya, serta diganti dengan yang lain. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

وَإِذَا تُتۡلَىٰ عَلَيۡهِمۡ ءَايَاتُنَا بَيِّنَٰتٖ قَالَ ٱلَّذِينَ لَا يَرۡجُونَ لِقَآءَنَا ٱئۡتِ بِقُرۡءَانٍ غَيۡرِ هَٰذَآ أَوۡ بَدِّلۡهُ ۚ قُلۡ مَا يَكُونُ لِيٓ أَنۡ أُبَدِّلَهُۥ مِن تِلۡقَآيِٕ نَفۡسِيٓ ۖ إِنۡ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰٓ إِلَيَّ ۖ إِنِّيٓ أَخَافُ إِنۡ عَصَيۡتُ رَبِّي عَذَابَ يَوۡمٍ عَظِيمٖ

Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata, “Datangkanlah Al-Quran yang lain dari ini atau gantilah dia” . Katakanlah, “Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut, kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhan-ku kepada siksa hari yang besar (kiamat)“. (QS. Yūnus : 15)

Ketika ditolak, Nabi pun berargumentasi bahwa apa yang disampaikan datang dari Penguasa langit. Sebagai rasul tidak mungkin menolak berita agung dari Allah. Menolak aturan Allah sama sama mendurhakai Allah dan berimplikasi akan mengundang siksa pedih di hari kiamat. Nabi memperjuangkan untuk menegakkan tauhid dan menolak penyembahan kepada berhala. Orang kafir Quraisy pun menolak ajakan itu, dengan meminta Nabi Muhammad untuk menggantikannya dengan membiarkan untuk menyembah tuhan yang banyak.

Kaum terdahulu juga demikian, dimana kaum Nabi Luth yang melakukan perbuatan homoseksual. Ketika dilarang untuk melakukan keji dan menjijikkan itu, mereka pun menolak ajakan mulia itu, dan tetap melakukan perbuatan hina. Apa yang dialami oleh Nabi Ibrahim juga tidak kalah dahsyatnya, dimana kaumnya tetap menyembah berhala dan ingin membunuh Nabi Ibrahim karena menyerukan untuk menyembah hanya kepada Allah saja.

Kekacauan Tanpa Aturan

Ketika datang aturan dari Sang Maha Pencipta didasarkan pada keinginan untuk memperbaiki kehidupan manusia. Namun dalam kenyataannya, manusia menolak dan mengusulkan aturan yang didasarkan pada keinginan dan hawa nafsunya. Ketika menolak aturan itu, maka Allah pun mengancam balik untuk menahan aturan-Nya dan membiarkan manusia untuk menjalankan aturan yang didasarkan pada keinginan jangka pendek. Padahal keinginan yang didasarkan pada kepentingan jangka pendek sepintas kelihatan baik, tetapi substansi sangat buruk.

Mereka menolak apa yang disampaikan utusan-Nya, seolah-olah mereka tidak mengenalnya. Padahal mereka mengenal dengan baik siapa rasul itu. Mereka mengenal sejak kecil dan mengetahui dengan rinci kehidupan pribadinya. Oleh karenanya, Allah pun mempertanyakan apakah mereka tidak mengenal utusan-Nya. Padahal mereka mengenalnya sejak awal, mulai dari keluarganya, karakter dan sifat-sifatnya. Sehingga Al-Qur’an heran ketika menolak apa yang disampaikan oleh nabinya. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

قُل لَّوۡ شَآءَ ٱللَّهُ مَا تَلَوۡتُهُۥ عَلَيۡكُمۡ وَلَآ أَدۡرَىٰكُم بِهِۦ ۖ فَقَدۡ لَبِثۡتُ فِيكُمۡ عُمُرٗا مِّن قَبۡلِهِۦٓ ۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ

Katakanlah, “Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepadamu dan Allah tidak (pula) memberitahukannya kepadamu”. Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya . Maka apakah kamu tidak memikirkannya? (QS. Yūnus : 16)

Ketika menolak kebenaran dengan meminta kebenaran yang lain, maka Allah pun memerintahkan kepada rasul-Nya untuk menantang balik dengan mengancam akan menghentikan wahyu, atau tidak akan menurunkan aturan. Nabi pun diperintahkan untuk membiarkan mereka untuk hidup tanpa aturan yang datang dari langit.

Allah pun memastikan ketika hidup tanpa aturan, maka yang terjadi ada gejolak dan konflik berkembang di tengah masyarakat. Ilustrasi hal ini bisa dilihat di negeri ini, dimana rezim tidak menjalankan tugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan menegakkan keadilan. Alih-alih warga negara semakin cerdas, yang terjadi justru banyak banyak warga negara yang tidak bisa menikmati pendidikan yang terjangkau.

Demikian juga terjadi disparitas keadilan yang semakin menganga. Warga negara minoritas menjadi pengendali dan menguasai sumberdaya alam secara melimpah. Hal inilah membuat ketimpangan antara warga miskin dan kaya semakin terpampang.

Itulah potret negeri yang memiliki aturan namun tidak menjalankannya. Mereka menolak aturan yang ada dengan menjalankan aturan yang didasarkan pada keinginan dan syahwat politiknya. Hal inilah yang menimbulkan gejolak dan konflik hingga demonstrasi dari warga masyarakat yang melihat ketimpangan sosial. Hal ini berakar dari elite negeri ini yang membiarkan praktek kedzaliman yang menimpa warganya yang disebabkan tidak tegaknya aturan yang selama ini berlaku.

Surabaya, 8 September 2024

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini