Kegelisahan Sahabat Amr Bin Ash Menjelang Kematiannya
UM Surabaya

*)Oleh: Ridwan Manan
LP2M PDM Sidoarjo

Amr bin Ash sahabat nabi dikenal sejak zaman jahiliyah sebagai sosok politikus dan diplomat ulung yang cerdas. Dia dipercaya oleh suku Quraisy untuk menghadap Raja Najasy. Ditunjuk sebagai negoisator untuk membujuk raja Najasy  agar kaum muslimin yang hijrah ke Habasyah dikembalikan ke Makkah.

Pertanyaan dari raja Najasy yang masih terngiang di telinganya, “Kalau kamu tahu Rosusulullah utusan Allah, mengapa kamu tidak beriman sebagaimana kaummu?” tanya raja Najasy.

Hidayah Allah menyinari di dadanya setelah kekalahan musyrikin Quraisy pada perang Ahzab. Perang Ahzab yang dipersiapkan dengan baik dan jumlah pasukan yang banyak tidak mampu menghadapi kaum muslimin. Dia berguman pasti dalam waktu dekat Makkah pun pasti akan ditaklukkan Rasulullah.

Secara sembunyi-sembunyi Amr bin Ash pergi ke Madinah  menemui Rasulullah untuk masuk Islam. Di tengah perjalanan ketemu dengan Khalid bin Walid dan Usman bin Thalhah dengan maksud yang sama, masuk Islam.

Sejak menyatakan menjadi muslim, perannya dalam perjuangan Islam sangat besar. Bahkan perannya tetap berkibar pada masa setelah wafatnya Rasulullah.

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, Amr bin Ash membebaskan Syam, Baitul Maqdis, Mesir dari cengkeraman kekaisaran Romawi. Mesir dibebaskan dari kendali politik dan ekonomi kekaisaran Romawi dan menjadi kawasan yang menerima Islam.

Namun demikian Amr bin Ash yang telah banyak berjasa dalam perjuangan Islam pada masa Rasulullah sampai Khalifah Usman ini mengalami kegelisahan yang dalam  menjelang wafatnya.

Bersumber dari hadis riwayat Imam Muslim dari Ibnu Syumasah, ketika dia  berkunjung ke rumah Amr bin Ash yang dalam keadaan sakit. Syumasah bercerita, menjelang wafatnya, Amr bin Ash dia menangis yang lama dan menghadapkan wajahnya ke dinding tembok, sehingga putranya berkata, “Wahai ayahku bukankah Rasulullah telah menyampaikan berita gembira dengan ini dan itu ? ( surga). Maka dia menghadapkan wajahnya seraya berkata, ” Sesungguhnya sebaik-baik yang kita persiapkan adalah kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah yang berhak diibadahi dan Muhammad adalah Rasul Allah”

Kegelisahan Amr bin Ash

Kegelisahan yang pertama, ketika masih jahiliyah, Amr bin Ash sangat membenci Rasulullah dan tidak ada kebahagiaan kecuali mempunyai kesempatan membunuh Rasulullah. Dalam fikiranya tidak lain adalah ingin membunuh Rasululullah dalam setiap kesempatan. Teringat masa lalunya ada ketakutan kalau dosanya tidak diampuni Allah.

Kegelisahan yang kedua, Amr bin Ash sangat takut kalau tidak bisa bertemu kembali dengan Rasulullah di Surga. Ketika masih Jahiliyah tidak ada yang paling dibenci kecuali Rasululullah. Dia menemukan cahaya Islam berbalik, berubah  hidupnya, kebencian menjadi kecintaan yang dalam, tidak ada seorang pun yang lebih agung dan amat dicintai melebihi cintanya pada Rasulullah. Dia sangat berharap bisa bertemu kembali bersama Rasulullah di surga-Nya.

Kegelisahan ketiga, Amr bin Ash memikirkan pertanggungjawaban di hadapan Allah terhadap beberapa jabatan yang pernah dia pegang. Takut kalau jabatan yang ia pegang menjadi menjadi penghalang menuju surge-Nya. Dia berpesan kepada kaum muslimin  ketika mengkuburkan jenazahnya nanti agar memohonkan ampunan kepada Allah  agar diampuni dosanya, diringankan hisabnya dan  diberikan ketenangan di alam kubur.

Bagaimana umat dan penguasa di zaman ini? Sebagian rakus dengan harta dan jabatan, tidak ada kekhawatiran dan kegelisahan terhadap tanggungjawabnya di akhirat kelak. Segala cara dihalalkan demi harta dan kekuasaan. (*)

*) Pengajar Pondok Pesantren Al Fattah Sidoarjo

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini