*)Oleh: Fathan Faris Saputro
Anggota MPI PCM Solokuro
Di sebuah rumah sederhana di pinggir kota Surabaya, tinggal seorang penjual tahu bernama Pak Arif. Rumahnya terletak tak jauh dari stasiun, sehingga setiap hari ia bisa merasakan hiruk-pikuk perjalanan kereta api. Pak Arif selalu bangun pagi-pagi sekali, tepat saat Azan Subuh berkumandang, mempersiapkan dagangan tahunya. Ia sadar betul bahwa waktu adalah aset paling berharga dalam hidupnya, dan ia tak boleh menyia-nyiakannya.
Setiap pagi, sebelum keramaian stasiun memuncak, Pak Arif sudah mengayuh sepeda tuanya menuju pasar. Jalan yang ia lalui kadang masih sepi, hanya ditemani suara deru kereta yang mulai beroperasi. Sesampainya di pasar, ia membuka lapak sederhana di sudut yang strategis, di mana para penumpang kereta seringkali mampir untuk sarapan. Berbekal tahu yang gurih dan sambal yang khas, lapaknya selalu ramai dikunjungi.
Pak Arif tahu, menjual tahunya di pagi hari adalah waktu terbaik karena banyak orang yang terburu-buru mencari sarapan sebelum naik kereta. Ia mengenal betul ritme waktu di sekitarnya, dari jadwal kereta hingga kapan pasar mulai dipadati pembeli. Kepekaannya terhadap waktu inilah yang membuat dagangannya laris manis setiap hari. Ia memanfaatkan celah waktu tersebut untuk memastikan semua tahunya terjual sebelum siang tiba, saat pasar mulai sepi.
Walaupun hidupnya sederhana, Pak Arif merasa puas karena setiap detik yang ia jalani selalu penuh makna. Baginya, waktu bukanlah sesuatu yang bisa ditunggu atau disia-siakan.
Sementara banyak orang terlena dengan kesibukan mereka, Pak Arif memilih untuk selalu menghargai setiap momen. Siasatnya dalam memanfaatkan waktu membuktikan bahwa kesuksesan bukan hanya soal materi, tetapi juga tentang bagaimana seseorang bijak menjalani hidupnya.
Setelah selesai berjualan di pasar, Pak Arif tidak langsung pulang ke rumah. Ia sering mampir ke stasiun untuk melihat kereta yang datang dan pergi, sembari merenungkan kehidupannya. Setiap kali melihat para penumpang yang tergesa-gesa, ia merasa semakin yakin bahwa hidup ini memang berjalan cepat, dan siapa yang mampu mengatur waktunya dengan baik akan lebih mudah mencapai tujuannya.
Melihat stasiun yang tak pernah sepi membuat Pak Arif merasa hidupnya pun harus terus bergerak, tidak boleh berhenti dan terjebak dalam rutinitas yang sia-sia.
Di sore hari, ketika matahari mulai tenggelam, Pak Arif kembali menyiapkan dagangannya untuk esok hari. Ia selalu bekerja dengan telaten, memeriksa kualitas tahu, memastikan semuanya segar untuk dijual. Baginya, persiapan yang matang adalah bagian penting dari mengelola waktu dengan baik. Ia paham betul bahwa kesuksesan tidak datang dari keberuntungan semata, melainkan dari cara seseorang memanfaatkan waktunya untuk bersiap dan berjuang.
Rutinitas Pak Arif mungkin terlihat sederhana di mata orang lain, tapi bagi dirinya, itu adalah bagian dari strategi besar dalam menjalani hidup. Waktu yang ia gunakan setiap hari sudah diperhitungkan dengan cermat—dari bangun sebelum fajar, berdagang saat orang-orang mencari sarapan, hingga beristirahat di saat yang tepat. Ia percaya bahwa kesederhanaan dalam hidup justru bisa mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan, asalkan seseorang tahu cara menghargai dan memanfaatkan setiap kesempatan.
Pak Arif selalu mengatakan kepada anak-anaknya, “Waktu tidak akan menunggu kita, nak. Kita yang harus mengejar dan mengatur waktu.” Kata-kata itu bukan sekadar nasihat, melainkan prinsip yang ia jalani setiap hari. Dalam setiap langkahnya, Pak Arif membuktikan bahwa hidup yang penuh dengan siasat waktu terbaik bisa membawa seseorang pada kebahagiaan, meski tanpa gemerlap harta. Ia merasa telah menang dalam perlombaan hidup, bukan dengan kecepatan, tapi dengan ketepatan. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News