Rahmat Hujan, Karunia dari Langit dan Tanda Ketauhidan
foto: Vecteezy
UM Surabaya

*) Oleh: Ferry Is Mirza DM

Alhamdulillah, sejak sepekan menjelang akhir September ini, banyak daerah telah diguyur hujan. Ada yang deras, ada pula yang ringan. Hujan adalah salah satu nikmat terbesar dari Allah Ta’ala kepada makhluk-Nya.

Dari hujan ini, muncul berbagai nikmat lainnya, seperti tumbuhnya tanaman yang menjadi sumber makanan, persediaan air minum, dan beragam fungsi penting lainnya bagi kehidupan manusia.

Allah Ta’ala mengingatkan hamba-hamba-Nya melalui firman-Nya:

“Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah, lalu Kami tumbuhkan dengan (air) itu pepohonan yang rindang dan biji-biji yang dapat dipanen.” (QS. Qaf: 9)

Selain itu, Allah Ta’ala juga berfirman:

“Dan Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan), dan Kami turunkan dari langit air yang sangat bersih. Agar (dengan air itu), Kami menghidupkan negeri yang mati (tandus), dan Kami memberi minum kepada sebagian makhluk ciptaan Kami, berupa hewan- hewan ternak dan manusia.” (QS. Al-Furqan: 48-49)

Hujan merupakan wujud dari rahmat dan kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya. Sebagai bukti cinta-Nya, hujan menjadi penopang kehidupan di bumi yang gersang. Allah juga berfirman:

“Dan Dialah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung, Maha Terpuji.” (QS. Asy-Syura: 28)

Hujan tidak hanya simbol kekuasaan Allah, tetapi juga menjadi bukti keagungan-Nya. Dalam firman-Nya yang lain, Allah mengingatkan agar manusia bersyukur atas hujan dan menjadikannya sebagai sarana memperkuat tauhid dan keimanan:

“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan air itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah.” (QS. Al-Baqarah: 21-22)

Allah mengaitkan hujan dengan keimanan dan ketakwaan penduduk suatu negeri. Jika mereka beriman, berkah hujan akan melimpah. Namun jika mereka kufur, maka Allah akan menahan rahmat-Nya.

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 96)

Hujan adalah hak prerogatif Allah. Manusia tidak memiliki kuasa sedikit pun dalam menentukan kapan atau di mana hujan turun. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat. Dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi besok.” (QS. Luqman: 34)

Dalam sebuah hadis Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Kunci-kunci gaib itu ada lima yang tidak ada yang mengetahuinya, kecuali Allah: tidak ada yang tahu apa yang terjadi esok hari, tidak ada yang tahu apa yang dikandung rahim, tidak ada yang tahu rezekinya, tidak ada yang tahu di mana dia akan mati, dan tidak ada yang tahu kapan hujan akan turun.” (HR. Bukhari 6831)

Oleh karena itu, kita diingatkan untuk tidak menisbatkan hujan kepada sebab selain Allah. Penggunaan jasa pawang hujan, orang pintar, atau paranormal untuk menghentikan atau memindahkan hujan merupakan bentuk kesyirikan.

Allah Ta’ala telah mengingatkan hal ini dalam hadis qudsi:

“Di antara hamba-Ku ada yang menjadi beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir. Orang yang berkata, ‘Kami diberi hujan karena rahmat Allah,’ itulah orang yang beriman kepada-Ku. Sedangkan yang berkata, ‘Kami diberi hujan karena bintang ini atau itu,’ dia adalah orang yang kafir kepada-Ku.” (HR. Bukhari no. 846 dan Muslim no. 71)

Menisbatkan hujan kepada selain Allah merupakan perilaku jahiliah yang perlu kita jauhi. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Empat perkara dari jahiliah yang tetap ada pada umatku: membanggakan nenek moyang, mencela keturunan, menisbatkan hujan kepada bintang, dan meratapi mayit.” (HR. Muslim no. 934)

Semoga kita senantiasa menjaga tauhid dan menghindari segala bentuk syirik, termasuk dalam hal menisbatkan hujan kepada selain Allah.

Hujan adalah karunia yang harus kita syukuri, bukan dijadikan sarana untuk menyekutukan-Nya.

Semoga bermanfaat. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini