*) Oleh: Ubaidillah Ichsan, S.Pd,
Korps Mubaligh Muhammadiyah (KMM) PDM Jombang
“Be forgiving. Forgive people who have hurt you. Forgive people who have wronged you. Just as you also want Allah to forgive your mistakes.”
(Jadilah pemaaf. Maafkanlah orang yang pernah menyakitimu. Maafkanlah orang yang pernah berbuat zalim kepadamu. Sebagaimana kamu juga ingin Allah memaafkan kesalahanmu)”
Memaafkan orang lain adalah salah satu sifat terpuji dalam Islam. Sebagai makhluk yang tidak sempurna, manusia sering berbuat salah.
Namun, ketika seseorang yang bersalah memiliki kemauan untuk meminta maaf, kita dianjurkan untuk memaafkannya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ۚفَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ
“Balasan suatu keburukan adalah keburukan yang setimpal. Akan tetapi, siapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat), maka pahalanya dari Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang zalim.” (QS. As-Syura: 40)
Prof. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa meskipun membalas keburukan diperbolehkan demi keadilan, namun orang yang mampu memaafkan dan memperbaiki hubungannya akan mendapat pahala dari Allah.
Allah sendiri yang mengetahui besarnya pahala tersebut. Dia juga tidak menyayangi orang-orang yang melanggar hak-hak asasi manusia dengan melanggar syariat-Nya.
Dalam Islam, memberi maaf sangat dianjurkan, terutama jika seseorang yang bersalah telah bertaubat dan memperbaiki dirinya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
“Sedekah tidak mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin membuatnya mulia. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim No. 2588)
Sebaliknya, tidak mau memaafkan dalam Islam sangat tidak dianjurkan, karena seringkali diiringi dengan rasa dendam dan kebencian.
Rasulullah saw mengajarkan bahwa persaudaraan di antara sesama muslim bagaikan satu jasad. Jika satu bagian sakit, seluruh tubuh turut merasakannya. Rasulullah saw bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِيْ تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اثْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَى
“Perumpamaan kaum mukminin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka adalah bagaikan satu tubuh. Apabila satu anggota tubuh sakit, seluruh badan akan merasa sakit.” (HR. Muslim No. 2586)
Rasulullah juga melarang kita untuk memboikot saudara muslim lebih dari tiga hari. Beliau bersabda:
لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya lebih dari tiga hari.” (HR. Bukhari No. 6237 dan Muslim No. 2560)
Karena itu, tidak memaafkan saudara muslim yang telah berusaha meminta maaf dapat mengancam diterimanya amal ibadah kita.
Sifat pemaaf adalah salah satu kunci untuk meredam konflik dan membuka pintu keberkahan.
Sebagai umat muslim, kita harus menjadikan pemaafan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari dan teladan bagi orang lain.
Semoga bermanfaat. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News