Bahaya Framing dalam Penyebaran Informasi yang Tidak Terverifikasi
Ustaz Adi Hidayat
UM Surabaya

Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ustaz Adi Hidayat (UAH) pada Selasa (1/10/2024) mengingatkan bahaya framing dalam penyebaran informasi yang tidak terverifikasi. Merujuk pada kisah Nabi Muhammad SAW di Madinah, beliau menegaskan bahwa framing berita dengan niat menimbulkan kontroversi dapat berdampak buruk pada masyarakat.

“Satu kali, ada kisah yang cukup viral diutarakan dalam periode kehidupan Nabi Muhammad SAW. Saat beliau keluar dari kediamannya menuju masjid, rona wajah beliau tampak tidak biasa. Dalam catatan sejarah, ada sosok tertentu yang gemar membuat framing untuk menciptakan konten kontroversial. Saat melihat keadaan Nabi, ia memanfaatkan momen tersebut untuk menyebarkan desas-desus bahwa Nabi Muhammad SAW telah menceraikan istri-istrinya,” jelas UAH.

Menurut penjelasannya, berita palsu tersebut segera tersebar luas, hingga sahabat Nabi, Umar bin Khattab RA, menyadari framing jahat tersebut. Umar dengan tegas membantah informasi yang salah itu, menyatakan dengan lantang bahwa Nabi Muhammad SAW tidak menceraikan istri-istrinya.

Peristiwa ini akhirnya diabadikan dalam ayat ke-83 surah An-Nisa, yang memberikan pedoman penting tentang cara menghadapi informasi yang belum terverifikasi.

QS; An Nisa; 83: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).

UAH mengatakan bahwa Allah SWT melalui ayat tersebut memberikan panduan penting kepada umat Islam agar tidak serta-merta mempercayai setiap informasi yang diterima. Sebaliknya, perlu dilakukan verifikasi dengan mengembalikan berita tersebut kepada sumber utama atau otoritas yang memiliki pengetahuan tentang peristiwa itu,.

 Wakil Ketua Majelis Tabligh ini juga menyoroti fenomena serupa yang terjadi di era modern. Framing yang dulu dilakukan melalui syair-syair atau publikasi manual, sekarang berubah wujud dalam media sosial seperti YouTube, Instagram, dan Facebook.

Konten yang kontroversial sering kali dibuat tanpa memperhatikan kebenaran, hanya demi popularitas, keuntungan pribadi, atau pemenuhan hawa nafsu.

UAH menegaskan bahwa orang beriman harus bijak dalam menyikapi berita atau informasi dari suatu peristiwa. Dua prinsip utama yang harus dipegang adalah mengecek kebenaran informasi dan memprioritaskan kebenaran di atas segalanya. Orang beriman akan selalu memverifikasi informasi dan mengabaikan berita yang jelas hanya dibuat untuk memicu kontroversi.

Dalam pandangannya, UAH mengatakan bahwa penyebaran informasi yang tidak terverifikasi sering kali dilakukan oleh individu yang hanya mencari sensasi dan perhatian. Ini mengingatkan pada peringatan Allah dalam Al-Qur’an, bahwa perilaku tersebut adalah godaan setan.

UAH menekankan pentingnya meneladani sikap Nabi Muhammad SAW dan menjadikan prinsip kebenaran sebagai dasar dalam menyikapi setiap informasi yang diterima.

“Orang beriman itu selalu memegang prinsip kebenaran di atas segalanya dengan berdasarkan petunjuk Allah SWT. Kalau orang yang cuma cari kontroversi, cari keramaian, telah diketahui yang ini hanya butuh kontroversi, ini butuh keramaian saja sehingga yang seperti itu dalam al-Qur’an itu diarahkan untuk diabaikan, tidak dipedulikan,” tutur UAH. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini