Dosa dan Kehinaan, Jalan Menuju Kegelapan
foto: rawpixel
UM Surabaya

*) Oleh: Dr. Ajang Kusmana

متى رزق العبد انقيادا للحق وثباتا عليه فليبشر، فقد بشر بكل خير، وذلك فضل الله يؤتيه من يشاء.

“Kapan saja seorang hamba dikaruniai sikap tunduk kepada kebenaran dan kekokohan di atasnya, maka hendaklah dia bergembira, karena sesungguhnya dia telah diberi kabar gembira akan mendapatkan semua kebaikan. Itu adalah keutamaan dari Allah yang Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki.” (Thariq Al Hijratain 2/347)

‏والذنوب للقلب بمنزلة السموم، إن لم تهلكه أضعفته ولا بُدَّ، وإذا ضعفت قوته لم يقدر على مقاومة الأمراض.

“Kedudukan dosa bagi hati bagaikan racun. Jika racun itu tidak membinasakannya, maka mesti ia akan melemahkannya. Jika kekuatan hati telah lemah, maka ia tidak akan mampu menahan serangan berbagai penyakit.”

Sang “Tabib Hati” Abdullah bin Mubarak telah berkata,

“Aku menyaksikan dosa-dosa telah mematikan hati dan kecanduan dosa akan mewariskan kehinaan. Meninggalkan dosa-dosa akan memberikan kehidupan bagi hati, dan yang terbaik bagi dirimu adalah berupaya untuk menghindarinya.” (Zadul Ma’ad 4/186)

Orang cerdas menyiapkan bekal untuk matinya, yaitu amal shalih yang ditujukan ikhlas karena Allah Azza wa Jalla. Tulus untuk mendapatkan ridha-Nya…

Tak ada yang lebih berharga bagi seorang hamba Allah Azza wa Jalla selain amalnya. Setiap amal yang ditujukan ikhlas demi mengharap ridha-Nya, sekecil apa pun itu.

Karena ukuran kecil dan besar dalam pandangan kita berbeda dengan pandangan Allah Azza wa Jalla.

Jika semua yang kita lakukan diniatkan sebagai ibadah dan sarana meraih ridha Allah Azza wa Jalla, pasti hidup kita akan tenang.

Satu hal penting dalam hidup adalah memiliki tujuan. Kita harus bisa menjawab: “Untuk apa kita hidup dan apa yang harus kita lakukan untuk mengisinya?”

Memahami tujuan hidup secara benar akan membuat semua yang kita lakukan lebih terarah dan terfokus, sehingga kita dapat terhindar dari perbuatan sia-sia.

Orang yang memiliki tujuan, walau lambat jalannya, jauh lebih baik daripada orang yang bergerak cepat tanpa tujuan. Walau lambat, asal istiqamah melangkah, insya Allah, ia akan sampai ke tempat tujuan.

Barulah kita menyadari bahwa bukan harta, tahta, dan megah-megahan yang kita butuhkan sebagai bekal menghadap Allah Rabbul ‘Izzati, Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Keras Siksa-Nya.

Allah Azza wa Jalla telah menegur kita sejak di dunia ini bahwa semua kenikmatan di dunia ini akan ditanya dengan sangat jelas dan teliti, dalam firman-Nya,

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ ( ) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ( ) كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ( ) ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ( ) كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ ( ) لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ ( ) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ ( ) ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ ( )

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui akibat perbuatanmu itu, dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan yang kamu megah-megahkan di dunia itu.” (QS. At-Takatsur: 1 – 8)

Jadi, apa yang sebenarnya kita cari? Jika kita mengkaji Al-Qur’an, sangat jelas, tidak lain dan tidak bukan yang kita cari dan harapkan sepanjang hidup ini adalah mardhatillah, ridha Allah Azza wa Jalla…

Allah Azza wa Jalla mengingatkan di dalam Al-Qur’anul Karim,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 207)

جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ

“Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah balasan bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS. Al-Bayyinah: 8)

Rida Allah Azza wa Jalla adalah jaminan bagi hamba-hamba-Nya untuk dimasukkan ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan sesungguhnya, abadi, dan kekal selama-lamanya…

Ini artinya, setiap kali kita berkata, bertindak, melangkah, bahkan berpikir dan berprasangka, hal pertama dan utama yang kita camkan adalah apakah hal tersebut diridai Allah Azza wa Jalla? Atau jangan-jangan itu perbuatan dosa yang dilarang Allah Azza wa Jalla?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita dalam sabdanya,

الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَاْلإِثْمُ مَا حَاكَ فِي نَفْسِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ

“Kebajikan itu keluhuran akhlaq sedangkan dosa adalah apa-apa yang dirimu merasa ragu-ragu dan kamu tidak suka jika orang lain mengetahuinya.” (HR. Muslim). (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini