*)oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Pada umumnya, manusia menginginkan hasil jeri payah amal perbuatannya dibalas dengan segara alias kontan. Namun Allah menunda pembalasan secara utuh ketika di akhirat kelak. Inilah yang menjelaskan mengapa manusia tidak bersegera atau enggan melakukan perbuatan baik ketika di dunia. Bagi mereka yang beriman kepada janji Allah, dan dimudahkan untuk berbuat kebaikan, maka mereka akan bersemangat untuk menanam kebaikan. Alih-alih menyegerakan berbuat baik, manusia umumnya justru melakukan amal keburukan yang justru akan menjadi penyesalan di akhirat kelak. Andaikata perbuatan baik dibalas secara kontan di dunia, maka manusia tidak akan sanggup menghitung dan bahkan kesulitan untuk menyimpan pahala tersebut.
Pahala Abstrak
Di dalam Al-Qur’an sering didapati motivasi Allah kepada hamba-Nya untuk meraih surga. Harapan besar mendapatkan surga hanya dengan melakukan amalan-amalan besar. Di satu sisi, surga digambarkan secara abstrak dan diperuntukkan kepada mereka yang beriman dan berbuat baik. Di sisi lain, manusia menginginkan balasan, atas perbuatan baiknya, secara langsung atau kontan.
Allah sendiri ketika menjelaskan bahwa untuk meraih surga ditunjukkan persyaratannya. Persyaratan itu berupa persaksian yang mengedepankan amalan hati dengan beriman sehingga melahirkan perbuatan baik. Dengan kata lain, bermodal iman akan mendorong hamba untuk berbuat baik dengan amalan-amalan agung dan bernilai.
Dengan beriman itu maka manusia akan terdorong untuk melakukan amalan-amalan besar seperti rela berjuang di jalan Allah serta ikhlas mengorbankan dirinya. Kerelaan untuk mengeluarkan harta dan menjual dirinya di jalan Allah, didasarkan pada iman. Berjuang atas dasar iman inilah yang akan mendatangkan balasan yang amat besar dan agung. Hal ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَتُجَٰهِدُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمۡوَٰلِكُمۡ وَأَنفُسِكُمۡ ۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu, jika kamu mengetahui, (QS. Aş-Şaf : 11)
Al-Qur’an menarasikan bahwa hamba yang berjihad dengan harta dan jiwanya memperoleh pahala besar, dan ketika di dunia ini masih bersifat abstrak. Janji mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat pun dideklarasikan Allah.
Hamba yang rela mengorbankan harta dan jiwanya akan mendapatkan balasan besar dengan berbagai kenikmatan dan kebahagiaan. Dan itu merupakan bentuk perdagangan yang dipastikan sangat menguntungkan. Al-Qur’an pun mengabarkan bahwa Allah akan memberi ganjaran besar kepada manusia yang sesuai dengan bayangan dan keinginan manusia.kalau manusia di dalam berkorban pada umumnya menginginkan balasan yang lebih besar dan bisa dilihat dengan kasat maka, maka Allah pun membuat transaksi dengan hamba-Nya dengan bertransaksi.
Ketika mendorong hamba-Nya untuk berbuat baik maka Allah menghadirkan “transaksi” yang menguntungkan berupa perniagaaan. Perniagaan yang digambarkan manusia adalah keuntungan berlipat bilamana berbuat sesuatu. Oleh karenanya, Allah mempersonifikasikan manusia yang beruntung dan selamat ketika berani berniaga dengan beriman. Beriman digunakan Allah untuk bertransaksi kepada hamba-Nya yang ingin bebas dari bahaya yang lebih besar, yakni adzab neraka. Hal ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana frman-Nya :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ هَلۡ أَدُلُّكُمۡ عَلَىٰ تِجَٰرَةٖ تُنجِيكُم مِّنۡ عَذَابٍ أَلِيمٖ
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (QS. Aş-Şaf : 10)
Ajakan Allah kepada hamba-Nya sangat relevan dengan keinginan manusia untuk mendapatkan sesuatu yang lebih besar dan menghindarkan keburukan. Petunjuk untuk mau berniaga dengan beriman agar bebas dari adzab api neraka sangat sesuai dengan harapan manusia yang menginginkan kenyamanan hidup yang terbebas dari penderitaan yang menyengsarakan.
Mentauhidkan Allah
Beriman kepada Allah dengan tidak mempersekutukannya merupakan hal yang sangat penting sehingga selalu disampaikan setiap utusan-Nya. Sedemikian penting deklarasi kalimat tauhid ini maka setiap rasul dari berbagai generasi menyampaikan keharusan meng-Esakan Allah dan mengharuskan perlawanan terhadap kemusyrikan.
Beriman kepada Allah merupakan inti dari ajaran dari para utusan Allah. Mengagungkan Allah sebagai Pencipta, dan mengecilkan seluruh makhluk-Nya merupakan perkara sangat penting. Bagi mereka yang berada di atas jalan yang benar dengan beriman kepada Allah, maka Allah akan memuliakannya. Sebaliknya bagi mereka yang menduakan Allah maka akan mengalami kehinaan. Allah pun memerintahkan untuk mengamati dua fenomena kontras ini sebagaimana firman-Nya :
وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَ ۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ هَدَى ٱللَّهُ وَمِنۡهُم مَّنۡ حَقَّتۡ عَلَيۡهِ ٱلضَّلَٰلَةُ ۚ فَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلۡمُكَذِّبِينَ
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah ṭagūt itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya . Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS. An-Naĥl : 36)
Perintah Al-Qur’an mengadakan perjalanan di muka bumi untuk memperhatikan kesudahan orang-orang yang mendustakan misi nabi dan rasul. Mereka diperintahkan untuk mengagungkan Allah tetapi justru melakukan perlawanan. Apa yang dialami kaum Nabi Nuh yang musnah dengan banjir, kaum Nabi Hud dan Nabi Shalih yang hancur karena angin dan gempa, serta Fir’aun yang tenggelam di laut, semuanya karena mendustakan nabinya. Mereka menolak mentauhidkan Allah dan justru meniadakan Allah serta menyembah kepada selain-Nya.
Beriman kepada Allah dan mengagungkan-Nya akan mendapatkan kemuliaan di dunia dan di akhirat. Namun bagi mereka yang kafir, beriman tidak mendatangkan keuntungan duniawi secara langsung. Mereka menginginkan dunia dan perhiasannya, dan beriman saja tidak bisa memperolehnya. Namun berbeda halnya dengan orang yang beriman, dimana beriman kepada Allah mdan mengagungkan-Nya, akan mendapatkan balasan yang pasti, baik di dunia maupun akhirat.
Bagi mereka yang beriman, balasan Allah tidak harus kontan di dunia, tetapi akan mendapatkannya secara sempurna ketika di akhirat kelak. Bagaimana jika orang beriman yang salat sunnah dua rakaat sebelum subuh, diganjar secara kontan senilai dengan seisi bumi. Tentu manusia akan kesulitan menyimpannya. Bagi orang beriman, bersungguh-sungguh dalam bertauhid dan serius dalam berbuat amal kebaikan akan mendapatkan kebaikan di dunia dan kesempurnaan balasan ketika di akhirat kelak.
Surabaya, 23 Oktober 2024
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News