Gerakan Jamaah, Dakwah Jamaah (GJDJ) yang dikembangkan oleh Muhammadiyah merupakan bentuk otokritik yang disampaikan untuk menanggapi keragaman yang dihadapi umat Islam dan bangsa Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah untuk periode 2005-2010 dan 2010-2015, Din Syamsuddin, dalam acara Silaturahmi Nasional (Silatnas) Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) PP Muhammadiyah pada Selasa (12/11/2024).
Din Syamsuddin menjelaskan bahwa GJDJ merupakan titik tolak bagi Muhammadiyah agar tidak terjebak dalam dakwah yang mengambang, serta lebih fokus pada kelompok sasaran tertentu. Menurutnya, dakwah Muhammadiyah harus lebih spesifik dalam menjangkau kelompok-kelompok tertentu, terutama mereka yang termasuk dalam kategori rentan, seperti buruh, petani, dan nelayan.
Sebagai organisasi sosial keagamaan, Muhammadiyah tidak bisa mengabaikan pentingnya jemaah, karena justru dari jemaah inilah Muhammadiyah hadir dan berkembang. Dalam upaya memajukan jemaah, umat, dan bangsa, Muhammadiyah mengimplementasikan gerakan kebajikan melalui berbagai Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), seperti sekolah, rumah sakit, dan kegiatan sosial lainnya.
Namun demikian, Din Syamsuddin juga memberikan catatan penting. Ia mengakui bahwa salah satu tantangan utama yang dihadapi Muhammadiyah adalah masih terbatasnya gerakan dakwah yang dilakukan di level akar rumput, yang mampu menyentuh masyarakat secara langsung dan sesuai dengan konteks sosial serta budaya lokal.
Menurutnya, dakwah Muhammadiyah harus lebih mengedepankan pendekatan yang relevan dengan keadaan sosial dan budaya di masyarakat.
“Memang kita mengakui, kita masih kurang dalam melakukan gerakan dakwah yang sesuai dengan konteks sosial dan budaya lokal masyarakat,” ujar Din.
Din juga mengingatkan kepada para dai Muhammadiyah untuk tidak bersikap kaku dalam berdakwah. Sebaliknya, dakwah Muhammadiyah harus dapat menunjukkan kerahmatan Islam yang dapat diterima oleh semua kalangan, tanpa memandang latar belakang.
Dalam kesempatan tersebut, Din juga memberikan contoh mengenai praktik dakwah inklusif yang telah dilakukan Muhammadiyah, seperti di Universitas Muhammadiyah Kupang. Di sana, lebih dari 80 persen mahasiswa adalah non-muslim, namun mereka tetap merasa nyaman berinteraksi dengan Muhammadiyah. Ini menunjukkan bahwa dakwah yang mengedepankan kerukunan antar umat beragama bisa diterima dengan baik.
Selain itu, Din juga mengingatkan LDK untuk memberi perhatian khusus kepada komunitas mualaf, yang jumlahnya terus berkembang, namun sering kali tidak mendapatkan perhatian yang cukup.
“Kita harus lebih serius dalam mengurus saudara-saudara kita yang baru memeluk Islam. Kita perlu membuat ikatan yang kuat bagi mereka,” tegas Din.
Din juga menekankan bahwa dakwah Muhammadiyah harus dilakukan dengan penuh perhitungan dan tidak semata-mata mengandalkan kekuatan emosi. Dakwah harus dipikirkan dengan matang, tidak hanya datang dengan api yang membakar atau batu yang melempar.
Untuk meningkatkan efektivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Din menyarankan agar kegiatan dakwah juga didasarkan pada penelitian yang mendalam. Dengan demikian, potensi besar Muhammadiyah dalam menggerakkan masyarakat dapat lebih tepat sasaran dan memberikan dampak yang lebih besar bagi umat dan bangsa. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News