*)Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Kebanyakan ada manusia yang rusak akhlaknya dan perilakunya penuh dengan maksiat, maka muncul pernyataan bahwa Allah telah menutup hatinya dari hidayah. Disini Allah seolah sebagai sumber kedzaliman karena menutup jalan seorang hamba untuk berbuat baik. Padahal bukan Allah yang menutup hati manusia tetapi manusialah yang menutup hatinya dari hidayah-Nya. Hidayah sudah dibuka dan diturunkan dengan berbagai tanda kekuasaan-Nya, namun manusia abai dan menolaknya, sehingga Allah pun menutup hatinya.
Hidayah Terbuka Lebar
Nabi dan rasul diutus untuk membuka jalan pentunjuk. Dengan terbukanya jalan petunjuk itu, maka seorang hamba mendapatkan hidayah. Hidayah yang melekat dalam hatinya akan membimbing dirinya untuk berbuat berbagai amal kebaikan. Namun sebaliknya, tidak sedikit hamba yang sudah dipertontonkan dan ditunjukkan jalan menuju hidayah. Alih-alih menerima petunjuk, tetapi justru menolaknya.
Apa yang dilakukan oleh kaum Nabi Nuh bisa dijadikan sebagai contoh. Mereka mendapat bimbingan terbaik dari seorang nabi yang sabar dan telaten dalam membimbing umatnya untuk mendapat petunjuk. Bukannya berterima kasih, mereka justru mengabaikan dan menutup jalannya petunjuk. Hal ini sebagaimana termaktub dengan gamblang sebagaimana firman-Nya :
وَإِنِّي كُلَّمَا دَعَوۡتُهُمۡ لِتَغۡفِرَ لَهُمۡ جَعَلُوٓاْ أَصَٰبِعَهُمۡ فِيٓ ءَاذَانِهِمۡ وَٱسۡتَغۡشَوۡاْ ثِيَابَهُمۡ وَأَصَرُّواْ وَٱسۡتَكۡبَرُواْ ٱسۡتِكۡبَارٗا
Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya, dan menutupkan bajunya (ke mukanya), dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. (QS. Nūĥ : 7)
Ketika hidayah mendatangi, mereka acuh tak acuh dan menunjukkan respon yang sangat negative. Nabi Nuh begitu bersemangat untuk mengajak kaumnya guna menempuh jalan terbaik. Kumnya penyembah berhala. Nabi Nuh pun menjelaskan bahwa berhala itu tidak mendatangkan manfaat apa-apa. Berhala itu makhluk juga yang tidak memiliki kemampuan untuk kemaslahatan manusia.
Atas seruan itu, mereka justru menutup telinga, dan kepalanya, serta disertai dengan pengingkaran dan perilaku sombong. Dengan kata lain, penolakan itu dilakukan secara terbuka tanpa basa basi sama sekali. Telinga sengaja dikedepankan sebelum mata. Telinga merupakan organ tubuh yang sangat peka. Di tengah kegelapan, telinga memiliki fungsi yang lebih daripada fungsi mata. Telinga bisa mendengar di ruang hampa dan kesunyian. Sementara indera penglihatan dikemudiankan karena bisa berfungsi ketika ada cahaya dan penerangan.
Dalam konteks ini, kesabaran Nabi Nuh dalam menebarkan hidayah ditolak mentah-mentah kaumnya. Kaum Nuh benar-benar totalitas dalam menolak hidayah, sehingga Allah pun menutup hati mereka, hingga pada akhirnya mereka ditelan banjir.
Hati Terbakar
Manusia yang menolak kebenaran berarti menolak hidayah. Bukan Allah yang menutup hidayah dari hati manusia. Kesalahpahaman ini bermula dari banyaknya manusia yang menjalani perbuatan dosa disebabkan oleh Allah yang menghalangi hidayah. Padahal Allah sudah berulang kali membuka kesempatan bagi manusia yang mendapatkan hidayah itu. Namun hati manusia condong kepada keburukan sehingga hidayah yang datang diabaikan.
Apa yang dilakukan Nabi Nuh bisa menjadi teladan bagaimana usaha untuk membuka jalan menuju hidayah, namun umatnya justru mengabaikan dan menolaknya. Nabi Nuh sudah menyampaikan dakwah secara ikhlas. Bahkan Nabi Nuh mengalami ejekan dan hinaan. Bahkan Al-Qur’an menggambarkan kaum-kaum yang menolak hidayah dengan terbuka dengan bersumpah tidak akan menerima hidayah ketika datang petunjuk. Hal ini sebagaimana firman Allah :
وَإِذۡ قَالُواْ ٱللَّهُمَّ إِن كَانَ هَٰذَا هُوَ ٱلۡحَقَّ مِنۡ عِندِكَ فَأَمۡطِرۡ عَلَيۡنَا حِجَارَةٗ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ أَوِ ٱئۡتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٖ
Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, “Ya Allah, jika betul (Al-Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih”. (QS. Al-‘Anfāl :32)
Mereka memilih binasa daripada harus menerima hidayah. Terbakarnya hati orang-orang yang menolak kebenaran, justru menutup pintu masuknya hidayah. Bahkan merak berani bersumpah dan berketetapan menolak Al-Qur’an dan rela dijatuhi batu dari langit. Oleh karena itu, Allah memvonis sebagai manusia dzalim ketika datang hidayat, lalu mereka menolaknya. Hal ini diotegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
وَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِـَٔايَٰتِ رَبِّهِۦ فَأَعۡرَضَ عَنۡهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتۡ يَدَاهُ ۚ إِنَّا جَعَلۡنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمۡ أَكِنَّةً أَن يَفۡقَهُوهُ وَفِيٓ ءَاذَانِهِمۡ وَقۡرٗا ۖ وَإِن تَدۡعُهُمۡ إِلَى ٱلۡهُدَىٰ فَلَن يَهۡتَدُوٓاْ إِذًا أَبَدٗا
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhan-nya, lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka, dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya. (QS. Al-Kahfi :57)
Allah senantiasa membuka hati manusia dengan mengirim sinyal petunjuk, tetapi manusia lah yang justru menutup rapat ketika datang petunjuk. Oleh karena reaksi negatif yang dominan, ketika datang petunjuk, maka Allah pun meletakkan tuupan ke dalam hati mereka. Dengan kata lain, bukan Allah yang menutup hidayah tetapi manusialah yang menghalangi datangnya petunjuk. Manusia telah membuat Allah membuat sumbatan untuk menutup hati dari hidayah. Hal ini selaras dengan firman-Nya bahwa Allah bukan pembuat kedzaliman tetapi manusia yang berbuat dzalim.
Surabaya, 21 Nopember 2024.
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News